Thursday, July 18, 2013

Paper : jurnal menggunaan Antraktan Methanol pada PBK

Penggunaan Atraktan Methanol untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) pada Tanaman Kopi
Ameilia Zuliyanti Siregar, Maryani Cyccu tobing dan Virma Uli Manurung
Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara, Medan 20155
___________________________________________________________________________
ABSTRACT
Manurung, V.U, 2008. The use of Methanol Atractant to Control Coffee Berry Borrer Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) on Coffe plant.
            The objective of this research was to study the effective height trap and the age of coffee fruits which is at most attacked by H. hampei. The method used Factorial Randomized Block Design (RBD) which consisted 2 treatments factor and three replications. First factor was height trap (1, 1,2 and 1,4 m) and the second factor was the age of coffee seeds ( 2, 3 and 4 month). The results showed that the height trap non significant while the highest intensity of attack by H. hampei was found on green up to red seed coffee. Imago was found on all of age the seed coffee.
Keywords: Trap, Methanol Atractant, Hypothenemus hampei, intensity of attack
___________________________________________________________________________
ABSTRAK
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui letak ketinggian perangkap yang efektif dan pengaruh umur buah kopi terhadap serangan H. hampei. Metode yang digunakan adalah RAK Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah  ketinggian perangkap (1, 1,2 1,4 m) sedangkan faktor kedua adalah umur buah kopi (2, 3, dan 4 bulan). Hasil percobaan menunjukkan bahwa faktor ketinggian tidak berbeda nyata sedangkan intensitas serangan tertinggi terdapat pada buah kopi berumur 3 dan 4 bulan. Imago terdapat pada semua umur buah kopi.
Kata kunci : Perangkap, Antraktan Methanol, Hypothenemus hampei, intensitas serangan
PENDAHULUAN
            Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja dan pendapatan kepada lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan menghasilkan devisa lebih dari US$ 500 juta/tahun pada periode 1994-1998 (Herman, 2003). Dalam bidang perkopian di Indonesia, usaha tani kopi rakyat memegang peranan yang sangat penting, mengingat sebagian besar (93%) produksi kopi di Indonesia berasal dari kopi rakyat (Saptana dkk., 2007).
            Salah satu penyebab kehilangan hasil yang sangat berarti pada tanaman kopi adalah kerusakan oleh hama penggerek buah kopi atau hama bubuk buah kopi Hypothenemus hampei (Coleoptera : Scolytidae), sangat merugikan karena langsung menyerang biji kopi. Di pertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih muda, yang bijinya dalam keadaan lunak, sampai dengan buah masak dan lewat masak yang berwarna hitam, baik yang masih di pohon  maupun yang telah gugur diatas tanah (Wiryadiputra, 1996). Di Indonesia, H. hampei merupakan salah satu hama utama pada tanaman kopi, hama ini dapat menyebabkan kerugian yang serius dengan berkurangnya produksi maupun turunnya mutu kopi akibat biji berlubang (Riyatno dan Santoso, 1991). Kerugian hasil yang ditimbulkan adalah sebesar 20 – 40 % dengan intensitas serangan rata-rata sebesar 40% (Nur, 1998).
            Pengendalian dengan insektisida sukar dilakukan karena hampir semua stadium perkembangan serangga H. hampei berada di dalam buah kopi dan kadang kala ketinggian pohon kopi dapat melebihi tinggi manusia, sehingga aplikasi insektisida kurang efektif (tobing dkk., 2006). Sebagai upaya mengatasi hama PBKo, dipandang perlu pengkajian pengelolahan hama kopi Arabika yang ramah lingkungan (Kadir dkk., 2003).
            Senyawa atraktan yang mudah menguap digunakan untuk menangkap PBKo betina telah berkembang dan digunakan baru-baru ini di El Salvador, Guatermala dan Honduras, nama dagang senyawa ini adalah Homemade atau ( Brocap®) Trap biasanya digunakan sekitar 15 perangkap dalam satu hektar. Hasil penelitian diperoleh terjadi penurunan populasi PBKo kira-kira 85% dalam beberapa kasus. Perangkap dapat menangkap sekitar 12,000 PBKo/hari/ha dari ± 2 juta biji kopi. Untuk menghindari tingkat  infestasi yang tinggi perlu kombinasi perangkap yang lengkap dan mudah diatur, terutama oleh petani kecil (Jansen, 2004). Penggunaan senyawa atraktan dapat bertahan sampai 2 bulan. Perangkap dapat digunakan kurang lebih 18 perangkap/ha dengan jarak 24 meter dengan ketinggian 1,2  meter dari permukaan tanah (CIRAD, 2004).
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketinggian Atraktan Methanol yang efektif terhadap jumlah Hypothenemus hampei yang tertangkap. Dan untuk mengetahui umur buah kopi yang rentan terhadap intensitas serangan PBKo H. hampei di lapangan.
BAHAN DAN METODE
            Penelitian dilaksanakan di kebun kopi milik petani di desa Bangun I, Kecamatan Parbuluan, Sidikalang, Kabupaten Dairi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, faktor pertama adalah umur buah kopi (2, 3, dan 4 bulan) untuk mengetahui umur buah yang paling banyak terserang hama PBKo, sedangkan faktor kedua adalah ketinggian perangkap (1, 1,2, dan 1,4 m) yaitu untuk mengetahui ketinggian efektif untuk menangkap serangga betina PBKo.
1. Persiapan Kebun Percobaan
            Survey dilakukan dengan mengamati daerah pertanaman kopi di kebun milik petani. Di tetapkan lias lahan penelitian yaitu 5000m2 dengan populasi tanaman kopi sebanyak 1250 tanaman dengan jarak tanam 2 x 2 meter.
2. Perakitan Alat Atraktan Methanol
            Perakitan alat atraktan methanol dari komponen-komponen yang terpisah dirakit menjadi alat yang sudah siap dipasang dilapangan.
3. Pemasangan Perangkap
            Perangkap dipasang secara acak pada areal pertanaman dengan jumlah 27 buah perangkap, jarak antara perangkap 46 meter. Perangkap dipasang satu minggu sebelim pengamatan. Pengamatan dilakukan 1 kali seminggu selama 2 bulan. Sebelum dipasang dilubangi tutup botol atraktan dengan diameter sekitar 0,5 mm agar atraktan bisa keluar, serta mengisi botol penampung serangga dengan larutan sabun. Kemudian dihitung imago H. hampei yang tertangkap ada atraktan methanol.
4. Pengamatan Intensitas Serangga H. Hampei pada Buah Kopi terserang
            Intensitas serangan PBKo dihitung dengan cara : Menetapkan 2 pohon contoh untuk setiap perlakuan pada areal pertanaman, kemudian dipilih 4 cabang pada setiap pohon contoh dengan posisi cabang berada di tengah bagian pohon dan keempat cabang tersebut searah dengan 4 mata angin (utara, selatan, barat dan timur). Diambil 15 buah kopi per cabang atau 60 buah kopi per pohon pada tanaman yang diamati dan dihitung tingkat serangan hama PBKo per cabang, dengan menggunakan rumus
I = a/b x 100%
Keterangan :
I = tingkat serangan PBKo
a = jumlah buah kopi perserang PBKo per cabang
b = jumlah buah kopi total per cabang
            Dari empat cabang selanjutnya dibuat rata-ratanya, sehingga tingkat serangan PBKo dinyatakan percabang kopi. Pada buah yang terserang tersebut kemudian dihitung jumlah larva, pupa dan imago dan korelasi penggunaan alat yang efektif dengan variasi ketinggian serta penggunaan alat dengan hama PBKo menggunakan SPSS version 15.00
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Imago H. hampei yang Tertangkap pada Atraktan Methanol
            Hasil analisa statistik menggunakan SPSS versi 15.00 menunjukkan bahwa ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 meter) tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap populasi imago yang tertangkap (Tabek 2)
Tabel 2.Rataan populasi H.hampei yang tertangkap di Atraktan methanol
Perlakuan
Pengamatan
Total
Rataan

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII


U1T1
U2T1
U3T1
U1T2
U2T2
U3T2
U1T3
U2T3
U3T3
5,33
5,33
3,00
2,00
4,00
3,67
3,33
3,33
3,00
10,67
7,67
5,33
4,33
8,00
5,67
3,33
5,00
5,67
8,67
8,00
5,33
3,00
6,33
4,67
3,00
5,00
4,67
11,67
10,00
7,00
5,67
7,67
9,33
2,67
4,33
3,67
7,00
4,67
5,67
4,67
8,0
6,67
3,33
4,67
4,33
7,67
5,67
5,67
4,33
8,00
6,33
3,33
5,00
4,67
4,00
4,33
4,67
5,33
5,67
2,33
4,00
4,00
4,00
6,00
5,67
4,67
3,67
7,67
3,67
2,33
4,67
4,67
61,01
51,34
41,34
33,00
55,34
42,34
25,32
36,00
34,68
7,63
6,42
5,17
4,13
6,92
5,30
3,17
4,50
4,34
Total
32,99
55,67
48,67
62,01
49,01
50,67
38,33
43,02
380,37

Rataan
3,67
6,19
5,41
6,89
5,45
5,63
4,26
4,78

5,28
F (8,16)
F 0,05
1,284
2,59
0,949
2,59
1,180
2,59
1,404
2,59
0,397
2,59
0,370
2,59
0,499
2,59
0,625
2,59


F (2,16)
F 0,05
0,836
3,63
0,640
3,63
0,780
3,63
1,110
3,63
0,085
3,63
O,215
3,63
0,006
3,63
0,611
3,63



Ket : U1T1 : Buah kopi umur 2 bulan dengan ketinggian perangkap 1 meter
        U2T1 : Buah kopi umur 3 bulan dengan ketinggian perangkap 1 meter
       U3T1 : Buah kopi umur 4 bulan dengan ketinggian perangkap 1,2 meter
       U1T2 : Buah kopi umur 2 bulan dengan ketinggian perangkap 1,2 meter
      U2T2 : Buah kopi umur 3 bulan dengan ketinggian perangkap 1,2 meter
      U3T2 : Buah kopi umur 4 bulan dengan ketinggian perangkap 1,4 meter
      U1T3 : Buah kopi umur 2 bulan dengan ketinggian perangkap 1,4 meter
      U2T3 : Buah kopi umur 3 bulan dengan ketinggian perangkap 1,4 meter
     U3T3 : Buah kopi umur 4 bulan dengan ketinggian perangkap 1,4 meter
            Pengamatan dilakukan pada tanaman kopi dengan tinggi 1,6 – 2 meter,  rataan serangga yang tertangkap adalah 5,28 ekor. Rataan serangga yang paling tinggi tertangkap adalah 7,63 ekor pada perlakuan U1T1 (ketinggian 1 meter pada umur buah 2 bulan) dan terendah 3,17 ekor pada perlakuan U1T3 (ketinggian 1,4 meter pada umur buah 2 bulan). Serangga masih dapat tertangkap pada pemasangan perangkap sampai dengan ketinggian 1,4 meter karena pada ketinggian tersebut masih terdapat buah kopi yang setengah masak dan yang masak (berwarna merah). Hal ini menunjukkan bahwa serangga PBKo H. hampei masih dapat berkembang biak pada ketinggian + 1200 m dpl ditempat penelitian ini dilakukan, meskipun wiryadiputra (2007) menyatakan bahwa siklus hidup serangga H. hampei berkembang dengan baik kurang dari 1200 m dpl. Menurut CIRAD (2006) mengemukakan bahwa serangga masih dapat tertangkap sampai ketinggian 1,75 meter diatas permukaan tanah.
Intensitas Serangan H. hampei pada Buah Kopi uang Diamati
            Intensitas serangan hama pada pengamatan I, II, V sampai VIII menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata, sedangkan pengamatan II dan IV menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Tabel 3. Rataan Intensitas Serangga H. hampei pada biji kopi/tanaman
Perlakuan
Pengamatan
Total
Rataan

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII


U1T1
U2T1
U3T1
U1T2
U2T2
U3T2
U1T3
U2T3
U3T3
8,33
8,89
5,00
9,47
7,78
6,11
6,11
6,67
7,78
5,56
4,45
4,44
7,22
6,11
3,89
7,22
7,22
4,45
4,44
3,89
7,78
9,44
7,22
7,22
5,56
5,55
5,56
6,11
4,44
4,45
5,55
6,11
5,00
3,89
5,56
5
6,11
6,11
6,11
5,56
5,00
5,56
5,00
7,22
6,11
4,44
7,78
6,11
3,89
5,56
8,33
7,78
6,11
6,11
4,45
6,11
5,55
5,00
4,44
5,00
3,33
6,11
6,11
7,22
6,67
4,99
6,11
7,78
5,56
4,44
6,67
3,89
46,66
48,34
44,43
52,24
50,00
46,67
43,33
51,11
45,01
5,83
6,04
5,55
6,53
6,25
5,83
5,42
6,39
5,63
Total
66,14
50,56
56,66
46,11
52,78
56,11
46,1
53,33
427,79

Rataan
7,35
5,62
6,30
5,12
5,86
6,23
5,12
5,93

5,94
F (8,16)
F 0,05
1,688
2,59
2,38
2,59
1,676
2,59
0,938
2,59
0,448
2,59
2,423
2,59
0,453
2,59
0,68
2,59


F (2,16)
F 0,05
3,007
3,63
4,851*
3,63
0,819
3,63
8,426**
3,63
0,228
3,63
0,47
3,63
1,253
3,63
0,606
3,63



Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan II dan IV terjadi keterlambatan permanen sehingga banyak terdapat buah merah pada tanaman kopi tersebut. Serangan akan semakin tinggi karena tersedianya substrat yang dibutuhkan oleh serangga untuk berkembang biak. Buah merah merupakan buah yang paing disukai oleh serangga betina untuk berkembang biak.  Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002) menyatakan bahwa kumbang betina menyerang buah kopi mulai umur 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua paling disukai.
            Serangan H. hampei yang paling tinggi terdapat pada perlakuan U1T2 (Umur buah kopi 2 bulan dan ketinggian perangkap 1,2 meter)  dengan rataan 6,53%. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kerimbunan tanaman kopi, dimana tanaman kopi yang diamati pada perlakuan tersebut memiliki daun yang lebih rimbun dengan naungan yang lembab sehingga disukai oleh hama PBKo. Wiryadiputra (2007) mengemukakan bahwa serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun dengan naungan yang gelap. Hal ini sama juga dinyatakan oleh Direktorat Penelitian Perkebunan (2002) bahwa PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar keseluruh kebun.
Stadia PBKo (larva, pupa dan imago) pada Buah Kopi yang Terserang
            Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah larva pada biji kopi yang terserang dari setiap perlakuan dan ulangan pada setiap pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Tabel 4. Rataan jumlah larva H. hampei pada biji kopi yang terserang
Perlakuan
Cabang
Pengamatan
Total
Rataan
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
U1T1
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U2T1
T
S
B
U
0
0,67
0
0,67
0
0,67
0
0
1,67
0,33
0
          1
0
0
2
0
0
0,67
0,67
0
2,33
1
3,33
0
2,33
0,67
0
1,33
0
2
3,67
0
6,33
6,01
9,67
3,00
0,79
0,75
1,21
0,38
U3T1
T
S
B
U
1,67
1,33
0,67
1
1,67
3,67
0
1,33
1,33
1
0
1
1,67
0,33
2
2
0
3
1,67
1
2
1
0
0,33
0,67
2
0,67
0
0,33
0,33
1
1,67
9,34
12,66
6,01
8,33
1,17
1,58
0,75
1,04
U1T2
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0,13
U2T2
T
S
B
U
0,67
0,33
1,67
1,33
0,33
1
0
1,67
1
1,67
0
1,33
0,67
1
0
0
0,33
1
1,33
0,33
0
0,67
0,67
1,67
0
0,67
0,33
0
0
1
1,33
2,33
3
7,34
5,33
7,66
0,38
0,92
0,67
0,96
U3T2
T
S
B
U
2
0,67
1,33
2
2
1,33
1,33
2
1
1,33
3,67
1
0
0
2
0,33
0,67
3,67
1,33
1,67
1
1,67
1,33
0
0
1,33
0,67
0
0
0,67
0,67
1
6,67
10,67
12,33
8
0,83
1,33
1,54
1,00
U1T3
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U2T3
T
S
B
U
0
0
0
0
0,33
0,33
2,33
1
0
1,67
0,67
1
0,67
1
1,33
0,67
1
2,33
0,33
0
0
0,67
2
1,33
0
0,67
0,67
0,33
0
0,33
0,33
0,33
2
7
8,99
4,99
0,25
0,88
1,12
0,62
U3T3
T
S
B
U
0,67
1
2
0,33
0,67
2
2,33
1,67
1,67
1,67
3,33
1,67
0,67
3,33
1,67
2
1,33
3
2
0
1,67
0,33
1
0,67
0
1
2
1
1
1
0,33
2
7,68
13,33
14,66
9,34
0,96
1,67
1,83
1,17
Total
27,67
31,99
35,68
27,66
33,65
27,66
17,34
22,31
223,96

Rataan
0,77
0,89
0,99
0,77
0,93
0,77
0,49
0,66

1,10
F (3,94)
F 0,05
0,499
2,71
0,52
2,71
0,265
2,71
0,407
2,71
6,019**
2,71
1,207
2,71
7,366**
2,71
1,17
2,71


F (8,94)
F 0,05
1,611
2,04
2,101*
2,04
1,822
2,04
2,852*
2,04
2,909*
2,04
0,999
2,04
2,108*
2,04
2,080*
2,04


F (2,94)
F 0,05
2,162
3,09
0,511
3,09
1,102
3,09
4,796*
3,09
0,135
3,09
0,077
3,09
3,090*
3,09
4,419*
3,09



            Rataan jumlah larva yang tertinggi adalah pada perlakuan U3T3 (buah kopi berumur 4 bulan dan ketinggian perangkap 1,4 meter) yaitu sebesar 2,54 ekor. Pada perlakuan umur buah kopi 2 bulan (U1) tidak ditemukan larva. Hal ini disebabkan karena buah yang berumur 2 bulan berwarna hijau muda hanya digunakan imago sebagai bahan makanannya saja. Seperti yang dikemukakan oleh Tobing dkk. (2006) bahwa umumnya PBKo menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan.
            Larva ditemukan pada buah kopi yang berumur 3 sampai 4 bulan yaitu berwarna hijau tua sampai merah karena betina lebih menyukai buah kopi yang sudah matang dan endospermanya sudah keras untuk dijadikan tempat meletakkan telur. Baker et all., (1992) menyatakan betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar buah kopi (mesokarp) sebagai tempat meletakkan telur jika buah sudah cukup matang. Hal yang sama dikemukakan oleh USDA Agricultural Research Service (2006) bahwa betina berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah, biasanya membuat lubang dari ujung buah kopi dan meletakkan telur pada buah.
            Hasil analisis statistik pada tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pupa yang terdapat pada biji kopi yang terserang menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan II, III, V dan VI sedangkan pada pengamatan I, IV, VII, dan VIII menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rataan pupa yang paling tinggi adalah perlakuan U3T2 (buah kopi berumur 4 bulan dengan ketinggian perangkap 1,2 meter) yaitu sebesar 0,84 ekor. Pupa hanya ditemukan pada buah kopi yang berwarna merah. Apabila dikaitkan dengan siklus hidup H. hampei maka waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi pupa ±15-35 hari sedangkan perubahan buah kopi dari warna hijau tua menjadi merah berlangsung selama 1 bulan. Apabila telur diletakkan pada buah yang berwarna hijau tua, maka perubahan telur menjadi pupa bersama dengan pematangan buah hijau tua menjadi merah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiryadiputra (2007) bahwa masa inkubasi telur 5-9 hari dan lama stadium larva berkisar 10-26 hari. Sebelum imago. Pusat penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2006) menyatakan lama stadium pupa 4 sampai 9 hari.
Tabel 5. Rataan jumlah pupa H. hampei pada biji kopi yang terserang
Perlakuan
Cabang
Pengamatan
Total
Rataan
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
U1T1
T
S
B
U
0
0,67
0,67
0,33
0,33
0
0,67
0,33
0,67
0,67
0,33
0,33
0,67
1
0
0,33
1
0,33
0
0,33
0
0,33
1,33
0
0,67
0,67
0
0
0,67
0,33
0,33
0
4,01
4
3,33
1,65
0,50
0,50
0,42
0,21
U2T1
T
S
B
U
0,33
1
0
1
0
0,33
1
0
1,67
0,33
0,67
0,67
0
0,67
1,33
0,33
0,33
1
0
0
1,33
1
0,67
0,33
0,67
1,33
0
0,33
0,33
0,33
1
0,33
4,66
5,99
4,67
2,99
0,59
0,75
0,58
0,37
U3T1
T
S
B
U
1,67
1,33
0,67
1
1,67
3,67
0
1,33
1,33
1
0
1
1,67
0,33
2
2
0
3
1,67
1
2
1
0
0,33
0,67
2
0,67
0
0,33
0,33
1
1,67
9,34
12,66
6,01
8,33
1,17
1,58
0,75
1,04
U1T2
T
S
B
U
0,67
1
0,33
0,33
0,33
0,67
0
0,33
1
0
0,67
0,67
0,67
0
0
0,33
0,33
0,33
0,67
0
1
0
0,33
0,33
0,33
0,33
0
0
0
0,67
0
0
4,33
3
2
1,99
0,54
0,38
0,25
0,25
U2T2
T
S
B
U
0,67
0,33
1,67
1,33
0,33
1
0
1,67
1
1,67
0
1,33
0,67
1
0
0
0,33
1
1,33
0,33
0
0,67
0,67
1,67
0
0,67
0,33
0
0
1
1,33
2,33
3
7,34
5,33
7,66
0,38
0,92
0,67
0,96
U3T2
T
S
B
U
2
0,67
1,33
2
2
1,33
1,33
2
1
1,33
3,67
1
0
0
2
0,33
0,67
3,67
1,33
1,67
1
1,67
1,33
0
0
1,33
0,67
0
0
0,67
0,67
1
6,67
10,67
12,33
8
0,83
1,33
1,54
1,00
U1T3
T
S
B
U
0,67
0,67
0,67
0
0
0,67
0,67
0
1,33
0,33
0,33
0
1
0,33
0
0
1,67
0,67
0
0,67
0,67
0,67
0,33
0
0
0,67
0,33
0
1
0,67
0,33
0
6,34
4,68
2,66
0,67
0,79
0,59
0,33
0,08
U2T3
T
S
B
U
0
0
1,33
0,33
0
0,33
2,33
1
0
1,67
0,67
1
0,33
1
1,33
0,67
1,33
2,33
0,33
0
1,33
0,67
2
1,33
0
0,67
0,67
0,33
0,67
0,33
0,33
0,33
3,66
7
8,99
4,99
0,46
0,88
1,12
0,62
U3T3
T
S
B
U
0,67
1
2
0,33
0,67
2
2,33
1,67
1,67
1,67
3,33
1,67
0,67
3,33
1,67
2
1,33
3
2
0
1,67
0,33
1
0,67
0
1
2
1
1
1
0,33
2
7,68
13,33
14,66
9,34
0,96
1,67
1,83
1,17
Total
27,67
31,99
35,68
27,66
33,65
27,66
17,34
22,31
223,96

Rataan
0,77
0,89
0,99
0,77
0,93
0,77
0,49
0,66

0,78
F (3,94)
F 0,05
0,499
2,71
0,52
2,71
0,265
2,71
0,407
2,71
6,019**
2,71
1,207
2,71
7,366**
2,71
1,17
2,71


F (8,94)
F 0,05
1,611
2,04
2,101*
2,04
1,822
2,04
2,852*
2,04
2,909*
2,04
0,999
2,04
2,108*
2,04
2,080*
2,04


F (2,94)
F 0,05
2,162
3,09
0,511
3,09
1,102
3,09
4,796*
3,09
0,135
3,09
0,077
3,09
3,090*
3,09
4,419*
3,09



            Hasil analisis pehitungan statistik diperoleh bahwa pada pengamatan II, IV, V, VII, dan VIII jumlah imago yang ditemukan pada biji kopi yang terserang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan pada pengamatan I, III, VI menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata. Pada pengamatan jumlah imago yang tertinggi terdapat pada perlakuan U3T3 (buah yang berwarna merah dengan ketinggian perangkap 1,4 meter) karena hama ini lebih menyukai buah yang sudah tua seperti yang dikemukanan Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002) bahwa buah yang sudah tua paling tidak disukai oleh hama ini.
Tabel 6. Rataan jumlah imago H. hampei pada biji kopi yang terserang
Perlakuan
Cabang
Pengamatan
Total
Rataan
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
U1T1
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U2T1
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U3T1
T
S
B
U
O,33
0
0,67
0
1
0,67
0
0
0
0
0
0
0
0,67
0
0
0
0
0
0,67
0
1,33
0
0,33
0
0,67
0
0
0,67
0
0
0
2
3,34
0,67
1
0,25
0,42
0,08
0,13
U1T2
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U2T2
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U3T2
T
S
B
U
0
0,67
0
0,33
0
0,67
1
0
0,67
1,33
0,33
0
0
0,67
0
0
0
0
0,33
0
0,67
2
0
0
0
0,67
0
0
0
0,67
0
0
1,34
6,68
1,66
0,33
0,17
0,84
0,21
0,04
U1T3
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U2T3
T
S
B
U
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
U3T3
T
S
B
U
0,33
0,67
0
0,33
0
1
1,33
0
0
0,67
0,33
1,33
0
0,33
0,33
0
0,33
2
0
0
0
0
0,67
0,67
0
1
0,67
0
0
0
0
0
0,66
5,67
3,33
2,33
0,08
0,71
0,42
0,30
Total
3,33
5,67
4,66
2
3,33
5,67
3,01
1,34
29,01

Rataan
0,09
0,16
0,13
0,06
0,09
0,16
0,08
0,04

0,10
F (3,94)
F 0,05
0,55
2,71
1,469
2,71
0,738
2,71
2,421
2,71
1,535
2,71
1,699
2,71
2,283
2,71
0,653
2,71


F (8,94)
F 0,05
1,955
2,04
2,386*
2,04
4,315*
2,04
0,961
2,04
3,268*
2,04
3,268*
2,04
1,412
2,04
0,857
2,04


F (2,94)
F 0,05
1,824
3,09
0,032
3,09
0,352
3,09
1,282
3,09
0,068
3,09
0,068
3,09
Q,098
3,09
0,49
3,09



            Stadia imago terdapat pada semua umur buah kopi karena tersedia semua umur buah kopi dilapangan dimana serangan H. hampei ini sudah menyerang buah kopi sejak buah kopi yang masih muda sampai yang sudah tua seperti pernyataan Wiryadiputra (1996) bahwa dipertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih berumur 2 bulan, yang bijinya masih dalam keadaan lunak, sampai dengan buah masak berumur 4 bulan dan lewat masak yang berwarna hitam, baik yang masih dipohon maupun yang telah gugur diatas tanah. Hal ini sama juga dikemukakan oleh Rubio et al., (2008) menyatakan bahwa imago H. hampei telah merusak biji kopi sejak biji kopi mulai membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras. Pada buah yang terserang dapat ditemukan lebih dari 1 imago dalam 1 buah kopi. Hal ini disebabkan mulai stadium telur sampai imago serangga H. hampei tetap berada dalam biji dan menggerek dalam biji kopi. Seperti yang dikemukakan oleh Kalshoven (1981) bahwa perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya didalam biji keras yang sudah matang berumur lebih dari 3 bulan, selanjutnya Irulandi et al. (2007) menyatakan bahwa PBKo makan dan berkembang biak hanya didalam biji kopi saja.
KESIMPULAN
            Ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 meter) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah serangga yang tertangkap. Makin tinggi intensitas serangan, semakin bnayak serangga H. hampei yang tertangkap. Stadia larva tidak ditemukan pada biji kopi yang berumur 2 bulan sedangkan stadia pupa hanya ditemukan pada buah berumur 4 bulan yang telah berwarna merah. Imago dapat menyerang pada semua umur buah kopi yang diamati (2, 3, dan 4 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
Baker P. S., J. F. Barrera and A. Rivas. 1992. Life-History Studies Of The Coffee Berry Borer (Coleoptera : Scolytidae) on coffe tress in Southerm Mexico. http//www.JSTOR/journalofapllied_biology.htm (diakses 10 november 2008)
CIRAD. 2004. The Brocap Trap. http://french agricultural Research Centre Of International Defelompment.pdf (diakses 1 april 2008)
Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. http://www.mamud.com/docd/coffee.pdf. (diakses 10 november 2008)
Herman. 2003. Membangkitkan kembali peran Komoditas kopi bagi Perekonomian indonesia. http://tumotou.net/702_07134/herman.pdf. (diakses 1 april 2008)
Irulandi S., R. Rajendran, C. Chinniah and S. D. Samuel. 2007. Influence Of Weather Factors On The Incidence Of Coffee Berry Borrer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera : Scolytidae) in pulney hills, Tamil Nadu. Madras Agris. J.,94 (7-14):218-231
Jansen, A. E. 2004. Growing Coffee Without Endosulfan. http://panuk.org/pestnews/pn66/pn66p.htm. (diakses 24 februari 2008)
Kadir, S. Ramlan, Nurjanani, M. Sjafrudin, dan M. Taufik. 2003. Kajian Teknologi Pemangkasan pada tanaman Kopi. http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id. (diakses 26 february 2008)
Kalshoven, L.G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and Transleted by P. A. Van der Lan. PT. Ichtiar baru. Van Hoeve. Jakarta
Nur, A. M. 1998. Perkembangan Teknologi dalam Pengelolaan Perkebunan Kopi Arabika. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14(2) : 155- 164
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman Kopi. Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute Jember. Jawa Timur
Rubio J. D., A. E. Bustillo, L. F. Valelezo , J. R. Acuna, and P. Benavides. 2008. Alimentary canal and reproductive tract of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera : Curculionidae, Scoytidae). Netropical Entomology 37(2): 143-151.
Saptana, T. Panji, H. Tarigan dan A. Setianto. 2007. Analisis Kelembagaan Pengendalian Hama Terpadu Mendukung Agribisnis Kopi Rakyat dalam Rangka Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. http://ejournal.unud.ac.id/abstract/soca-saptanadkk(3).doc. (diakses 1 april 2008)
Sembel. D. T., D. S. Kandowangko dan J. Rimbing. 1993. Studi Tentang Penggunaan Beberapa Patogen Untuk Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi, Hypothenemus hampei (Coleoptera :scolytidae) pada Tanaman Kopi di Kabupaten Minahasa, Dalam Prosiding makalah Simposium patologi Serangga I. Yogyakarta, 12-13 oktober 1993.
Silva, F. C., Ventura, M. U., and Morales, L. 2006. Capture of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera : Scolytidae) in Respons to trap Characteristic. Sci. Agric. (Piracicaba, braz.). 63(3) : 567- 571.
Tobing, M. C., D. Bakti, Marheni dan M. Harahap. 2006. Perbanyakan Beauveria Bassiana Pada Beberapa Media Dan Patogenisitasnya Terhadap Imago Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). J. Agrik 17(1) : 15-22.
USDA Agricultural Research Service. 2006. The Coffee berry borrer Hypothenemus hampei Ferr. www.asplantprotection.org/pdf/9thACPP?15_9thACPP.pdf (diakses 24 november 2006)
Wiryadiputra, S. 1996. Uji Terap Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi Menggunakan Jamur Beauveria Di Sulawesi Selatan. Warta Puslit Kopi dan Kakao 12(2) : 125-129.
_____________ 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei Ferr). Pelita Perkebunan 22(2) : 101-118.

______________  2007. Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei Ferr. Dengan komponen Utama pada Penggunaan Perangkap Brocap Trap. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Jawa Timur.

No comments:

Post a Comment