Penggunaan
Atraktan Methanol untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) pada Tanaman
Kopi
Ameilia
Zuliyanti Siregar, Maryani Cyccu tobing dan Virma Uli Manurung
Departemen Hama dan
Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera
Utara, Medan 20155
___________________________________________________________________________
ABSTRACT
Manurung,
V.U, 2008. The use of Methanol Atractant to Control Coffee Berry Borrer Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera:
Scolytidae) on Coffe plant.
The objective of this research was
to study the effective height trap and the age of coffee fruits which is at
most attacked by H. hampei. The
method used Factorial Randomized Block Design (RBD) which consisted 2
treatments factor and three replications. First factor was height trap (1, 1,2
and 1,4 m) and the second factor was the age of coffee seeds ( 2, 3 and 4
month). The results showed that the height trap non significant while the
highest intensity of attack by H. hampei
was found on green up to red seed coffee. Imago was found on all of age the
seed coffee.
Keywords: Trap,
Methanol Atractant, Hypothenemus hampei,
intensity of attack
___________________________________________________________________________
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui letak ketinggian perangkap yang efektif dan
pengaruh umur buah kopi terhadap serangan H.
hampei. Metode yang digunakan adalah RAK Faktorial yang terdiri dari 2
faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah ketinggian perangkap (1, 1,2 1,4 m) sedangkan
faktor kedua adalah umur buah kopi (2, 3, dan 4 bulan). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa faktor ketinggian tidak berbeda nyata sedangkan intensitas
serangan tertinggi terdapat pada buah kopi berumur 3 dan 4 bulan. Imago
terdapat pada semua umur buah kopi.
Kata kunci : Perangkap,
Antraktan Methanol, Hypothenemus hampei,
intensitas serangan
PENDAHULUAN
Kopi merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja dan pendapatan kepada lebih
dari 2 juta kepala keluarga petani dan menghasilkan devisa lebih dari US$ 500
juta/tahun pada periode 1994-1998 (Herman, 2003). Dalam bidang perkopian di
Indonesia, usaha tani kopi rakyat memegang peranan yang sangat penting,
mengingat sebagian besar (93%) produksi kopi di Indonesia berasal dari kopi
rakyat (Saptana dkk., 2007).
Salah satu penyebab kehilangan hasil
yang sangat berarti pada tanaman kopi adalah kerusakan oleh hama penggerek buah
kopi atau hama bubuk buah kopi Hypothenemus
hampei (Coleoptera : Scolytidae), sangat merugikan karena langsung
menyerang biji kopi. Di pertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih muda,
yang bijinya dalam keadaan lunak, sampai dengan buah masak dan lewat masak yang
berwarna hitam, baik yang masih di pohon
maupun yang telah gugur diatas tanah (Wiryadiputra, 1996). Di Indonesia,
H. hampei merupakan salah satu hama utama pada tanaman kopi, hama ini dapat
menyebabkan kerugian yang serius dengan berkurangnya produksi maupun turunnya
mutu kopi akibat biji berlubang (Riyatno dan Santoso, 1991). Kerugian hasil
yang ditimbulkan adalah sebesar 20 – 40 % dengan intensitas serangan rata-rata
sebesar 40% (Nur, 1998).
Pengendalian dengan insektisida
sukar dilakukan karena hampir semua stadium perkembangan serangga H. hampei
berada di dalam buah kopi dan kadang kala ketinggian pohon kopi dapat melebihi
tinggi manusia, sehingga aplikasi insektisida kurang efektif (tobing dkk.,
2006). Sebagai upaya mengatasi hama PBKo, dipandang perlu pengkajian
pengelolahan hama kopi Arabika yang ramah lingkungan (Kadir dkk., 2003).
Senyawa atraktan yang mudah menguap
digunakan untuk menangkap PBKo betina telah berkembang dan digunakan baru-baru
ini di El Salvador, Guatermala dan Honduras, nama dagang senyawa ini adalah
Homemade atau ( Brocap®) Trap biasanya digunakan sekitar 15 perangkap dalam
satu hektar. Hasil penelitian diperoleh terjadi penurunan populasi PBKo
kira-kira 85% dalam beberapa kasus. Perangkap dapat menangkap sekitar 12,000
PBKo/hari/ha dari ± 2 juta biji kopi. Untuk menghindari tingkat infestasi yang tinggi perlu kombinasi
perangkap yang lengkap dan mudah diatur, terutama oleh petani kecil (Jansen,
2004). Penggunaan senyawa atraktan dapat bertahan sampai 2 bulan. Perangkap
dapat digunakan kurang lebih 18 perangkap/ha dengan jarak 24 meter dengan
ketinggian 1,2 meter dari permukaan
tanah (CIRAD, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketinggian Atraktan Methanol yang efektif terhadap jumlah Hypothenemus hampei yang tertangkap. Dan
untuk mengetahui umur buah kopi yang rentan terhadap intensitas serangan PBKo H. hampei di lapangan.
BAHAN
DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kebun
kopi milik petani di desa Bangun I, Kecamatan Parbuluan, Sidikalang, Kabupaten
Dairi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, faktor
pertama adalah umur buah kopi (2, 3, dan 4 bulan) untuk mengetahui umur buah
yang paling banyak terserang hama PBKo, sedangkan faktor kedua adalah
ketinggian perangkap (1, 1,2, dan 1,4 m) yaitu untuk mengetahui ketinggian
efektif untuk menangkap serangga betina PBKo.
1.
Persiapan Kebun Percobaan
Survey dilakukan dengan mengamati
daerah pertanaman kopi di kebun milik petani. Di tetapkan lias lahan penelitian
yaitu 5000m2 dengan populasi tanaman kopi sebanyak 1250 tanaman
dengan jarak tanam 2 x 2 meter.
2.
Perakitan Alat Atraktan Methanol
Perakitan alat atraktan methanol
dari komponen-komponen yang terpisah dirakit menjadi alat yang sudah siap
dipasang dilapangan.
3.
Pemasangan Perangkap
Perangkap dipasang secara acak pada
areal pertanaman dengan jumlah 27 buah perangkap, jarak antara perangkap 46
meter. Perangkap dipasang satu minggu sebelim pengamatan. Pengamatan dilakukan
1 kali seminggu selama 2 bulan. Sebelum dipasang dilubangi tutup botol atraktan
dengan diameter sekitar 0,5 mm agar atraktan bisa keluar, serta mengisi botol
penampung serangga dengan larutan sabun. Kemudian dihitung imago H. hampei yang tertangkap ada atraktan
methanol.
4.
Pengamatan Intensitas Serangga H. Hampei
pada Buah Kopi terserang
Intensitas serangan PBKo dihitung
dengan cara : Menetapkan 2 pohon contoh untuk setiap perlakuan pada areal
pertanaman, kemudian dipilih 4 cabang pada setiap pohon contoh dengan posisi
cabang berada di tengah bagian pohon dan keempat cabang tersebut searah dengan
4 mata angin (utara, selatan, barat dan timur). Diambil 15 buah kopi per cabang
atau 60 buah kopi per pohon pada tanaman yang diamati dan dihitung tingkat
serangan hama PBKo per cabang, dengan menggunakan rumus
I = a/b x 100%
Keterangan :
I = tingkat serangan
PBKo
a = jumlah buah kopi
perserang PBKo per cabang
b = jumlah buah kopi
total per cabang
Dari empat cabang selanjutnya dibuat
rata-ratanya, sehingga tingkat serangan PBKo dinyatakan percabang kopi. Pada
buah yang terserang tersebut kemudian dihitung jumlah larva, pupa dan imago dan
korelasi penggunaan alat yang efektif dengan variasi ketinggian serta
penggunaan alat dengan hama PBKo menggunakan SPSS version 15.00
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Populasi
Imago H. hampei yang Tertangkap pada Atraktan Methanol
Hasil analisa statistik menggunakan
SPSS versi 15.00 menunjukkan bahwa ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 meter)
tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap populasi imago yang tertangkap
(Tabek 2)
Tabel 2.Rataan populasi H.hampei yang tertangkap di
Atraktan methanol
Perlakuan
|
Pengamatan
|
Total
|
Rataan
|
|||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
|
|
U1T1
U2T1
U3T1
U1T2
U2T2
U3T2
U1T3
U2T3
U3T3
|
5,33
5,33
3,00
2,00
4,00
3,67
3,33
3,33
3,00
|
10,67
7,67
5,33
4,33
8,00
5,67
3,33
5,00
5,67
|
8,67
8,00
5,33
3,00
6,33
4,67
3,00
5,00
4,67
|
11,67
10,00
7,00
5,67
7,67
9,33
2,67
4,33
3,67
|
7,00
4,67
5,67
4,67
8,0
6,67
3,33
4,67
4,33
|
7,67
5,67
5,67
4,33
8,00
6,33
3,33
5,00
4,67
|
4,00
4,33
4,67
5,33
5,67
2,33
4,00
4,00
4,00
|
6,00
5,67
4,67
3,67
7,67
3,67
2,33
4,67
4,67
|
61,01
51,34
41,34
33,00
55,34
42,34
25,32
36,00
34,68
|
7,63
6,42
5,17
4,13
6,92
5,30
3,17
4,50
4,34
|
Total
|
32,99
|
55,67
|
48,67
|
62,01
|
49,01
|
50,67
|
38,33
|
43,02
|
380,37
|
|
Rataan
|
3,67
|
6,19
|
5,41
|
6,89
|
5,45
|
5,63
|
4,26
|
4,78
|
|
5,28
|
F (8,16)
F 0,05
|
1,284
2,59
|
0,949
2,59
|
1,180
2,59
|
1,404
2,59
|
0,397
2,59
|
0,370
2,59
|
0,499
2,59
|
0,625
2,59
|
|
|
F (2,16)
F 0,05
|
0,836
3,63
|
0,640
3,63
|
0,780
3,63
|
1,110
3,63
|
0,085
3,63
|
O,215
3,63
|
0,006
3,63
|
0,611
3,63
|
|
|
Ket : U1T1 : Buah kopi
umur 2 bulan dengan ketinggian perangkap 1 meter
U2T1 : Buah kopi umur 3 bulan dengan
ketinggian perangkap 1 meter
U3T1 : Buah kopi umur 4 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,2 meter
U1T2 : Buah kopi umur 2 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,2 meter
U2T2 : Buah kopi umur 3 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,2 meter
U3T2 : Buah kopi umur 4 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,4 meter
U1T3 : Buah kopi umur 2 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,4 meter
U2T3 : Buah kopi umur 3 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,4 meter
U3T3 : Buah kopi umur 4 bulan dengan
ketinggian perangkap 1,4 meter
Pengamatan dilakukan pada tanaman
kopi dengan tinggi 1,6 – 2 meter, rataan
serangga yang tertangkap adalah 5,28 ekor. Rataan serangga yang paling tinggi
tertangkap adalah 7,63 ekor pada perlakuan U1T1 (ketinggian 1 meter pada umur
buah 2 bulan) dan terendah 3,17 ekor pada perlakuan U1T3 (ketinggian 1,4 meter
pada umur buah 2 bulan). Serangga masih dapat tertangkap pada pemasangan
perangkap sampai dengan ketinggian 1,4 meter karena pada ketinggian tersebut
masih terdapat buah kopi yang setengah masak dan yang masak (berwarna merah).
Hal ini menunjukkan bahwa serangga PBKo H. hampei masih dapat berkembang biak
pada ketinggian + 1200 m dpl ditempat penelitian ini dilakukan, meskipun
wiryadiputra (2007) menyatakan bahwa siklus hidup serangga H. hampei berkembang
dengan baik kurang dari 1200 m dpl. Menurut CIRAD (2006) mengemukakan bahwa
serangga masih dapat tertangkap sampai ketinggian 1,75 meter diatas permukaan
tanah.
Intensitas
Serangan H. hampei pada Buah Kopi uang Diamati
Intensitas serangan hama pada
pengamatan I, II, V sampai VIII menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata,
sedangkan pengamatan II dan IV menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Tabel 3. Rataan Intensitas Serangga H. hampei pada
biji kopi/tanaman
Perlakuan
|
Pengamatan
|
Total
|
Rataan
|
|||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
|
|
U1T1
U2T1
U3T1
U1T2
U2T2
U3T2
U1T3
U2T3
U3T3
|
8,33
8,89
5,00
9,47
7,78
6,11
6,11
6,67
7,78
|
5,56
4,45
4,44
7,22
6,11
3,89
7,22
7,22
4,45
|
4,44
3,89
7,78
9,44
7,22
7,22
5,56
5,55
5,56
|
6,11
4,44
4,45
5,55
6,11
5,00
3,89
5,56
5
|
6,11
6,11
6,11
5,56
5,00
5,56
5,00
7,22
6,11
|
4,44
7,78
6,11
3,89
5,56
8,33
7,78
6,11
6,11
|
4,45
6,11
5,55
5,00
4,44
5,00
3,33
6,11
6,11
|
7,22
6,67
4,99
6,11
7,78
5,56
4,44
6,67
3,89
|
46,66
48,34
44,43
52,24
50,00
46,67
43,33
51,11
45,01
|
5,83
6,04
5,55
6,53
6,25
5,83
5,42
6,39
5,63
|
Total
|
66,14
|
50,56
|
56,66
|
46,11
|
52,78
|
56,11
|
46,1
|
53,33
|
427,79
|
|
Rataan
|
7,35
|
5,62
|
6,30
|
5,12
|
5,86
|
6,23
|
5,12
|
5,93
|
|
5,94
|
F (8,16)
F 0,05
|
1,688
2,59
|
2,38
2,59
|
1,676
2,59
|
0,938
2,59
|
0,448
2,59
|
2,423
2,59
|
0,453
2,59
|
0,68
2,59
|
|
|
F (2,16)
F 0,05
|
3,007
3,63
|
4,851*
3,63
|
0,819
3,63
|
8,426**
3,63
|
0,228
3,63
|
0,47
3,63
|
1,253
3,63
|
0,606
3,63
|
|
|
Hal
ini disebabkan karena pada saat pengamatan II dan IV terjadi keterlambatan
permanen sehingga banyak terdapat buah merah pada tanaman kopi tersebut.
Serangan akan semakin tinggi karena tersedianya substrat yang dibutuhkan oleh
serangga untuk berkembang biak. Buah merah merupakan buah yang paing disukai
oleh serangga betina untuk berkembang biak.
Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002) menyatakan bahwa kumbang
betina menyerang buah kopi mulai umur 8 minggu setelah berbunga sampai waktu
panen. Buah yang sudah tua paling disukai.
Serangan H. hampei yang paling
tinggi terdapat pada perlakuan U1T2 (Umur buah kopi 2 bulan dan ketinggian
perangkap 1,2 meter) dengan rataan
6,53%. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kerimbunan tanaman kopi,
dimana tanaman kopi yang diamati pada perlakuan tersebut memiliki daun yang
lebih rimbun dengan naungan yang lembab sehingga disukai oleh hama PBKo.
Wiryadiputra (2007) mengemukakan bahwa serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun dengan
naungan yang gelap. Hal ini sama juga dinyatakan oleh Direktorat Penelitian
Perkebunan (2002) bahwa PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun
kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak
dikendalikan, serangan dapat menyebar keseluruh kebun.
Stadia
PBKo (larva, pupa dan imago) pada Buah Kopi yang Terserang
Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa jumlah larva pada biji kopi yang terserang dari
setiap perlakuan dan ulangan pada setiap pengamatan menunjukkan hasil yang
berbeda nyata.
Tabel 4. Rataan jumlah
larva H. hampei pada biji kopi yang
terserang
Perlakuan
|
Cabang
|
Pengamatan
|
Total
|
Rataan
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
||||
U1T1
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U2T1
|
T
S
B
U
|
0
0,67
0
0,67
|
0
0,67
0
0
|
1,67
0,33
0
1
|
0
0
2
0
|
0
0,67
0,67
0
|
2,33
1
3,33
0
|
2,33
0,67
0
1,33
|
0
2
3,67
0
|
6,33
6,01
9,67
3,00
|
0,79
0,75
1,21
0,38
|
U3T1
|
T
S
B
U
|
1,67
1,33
0,67
1
|
1,67
3,67
0
1,33
|
1,33
1
0
1
|
1,67
0,33
2
2
|
0
3
1,67
1
|
2
1
0
0,33
|
0,67
2
0,67
0
|
0,33
0,33
1
1,67
|
9,34
12,66
6,01
8,33
|
1,17
1,58
0,75
1,04
|
U1T2
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
1
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
1
|
0
0
0
0,13
|
U2T2
|
T
S
B
U
|
0,67
0,33
1,67
1,33
|
0,33
1
0
1,67
|
1
1,67
0
1,33
|
0,67
1
0
0
|
0,33
1
1,33
0,33
|
0
0,67
0,67
1,67
|
0
0,67
0,33
0
|
0
1
1,33
2,33
|
3
7,34
5,33
7,66
|
0,38
0,92
0,67
0,96
|
U3T2
|
T
S
B
U
|
2
0,67
1,33
2
|
2
1,33
1,33
2
|
1
1,33
3,67
1
|
0
0
2
0,33
|
0,67
3,67
1,33
1,67
|
1
1,67
1,33
0
|
0
1,33
0,67
0
|
0
0,67
0,67
1
|
6,67
10,67
12,33
8
|
0,83
1,33
1,54
1,00
|
U1T3
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U2T3
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0,33
0,33
2,33
1
|
0
1,67
0,67
1
|
0,67
1
1,33
0,67
|
1
2,33
0,33
0
|
0
0,67
2
1,33
|
0
0,67
0,67
0,33
|
0
0,33
0,33
0,33
|
2
7
8,99
4,99
|
0,25
0,88
1,12
0,62
|
U3T3
|
T
S
B
U
|
0,67
1
2
0,33
|
0,67
2
2,33
1,67
|
1,67
1,67
3,33
1,67
|
0,67
3,33
1,67
2
|
1,33
3
2
0
|
1,67
0,33
1
0,67
|
0
1
2
1
|
1
1
0,33
2
|
7,68
13,33
14,66
9,34
|
0,96
1,67
1,83
1,17
|
Total
|
27,67
|
31,99
|
35,68
|
27,66
|
33,65
|
27,66
|
17,34
|
22,31
|
223,96
|
|
|
Rataan
|
0,77
|
0,89
|
0,99
|
0,77
|
0,93
|
0,77
|
0,49
|
0,66
|
|
1,10
|
|
F (3,94)
F 0,05
|
0,499
2,71
|
0,52
2,71
|
0,265
2,71
|
0,407
2,71
|
6,019**
2,71
|
1,207
2,71
|
7,366**
2,71
|
1,17
2,71
|
|
|
|
F (8,94)
F 0,05
|
1,611
2,04
|
2,101*
2,04
|
1,822
2,04
|
2,852*
2,04
|
2,909*
2,04
|
0,999
2,04
|
2,108*
2,04
|
2,080*
2,04
|
|
|
|
F (2,94)
F 0,05
|
2,162
3,09
|
0,511
3,09
|
1,102
3,09
|
4,796*
3,09
|
0,135
3,09
|
0,077
3,09
|
3,090*
3,09
|
4,419*
3,09
|
|
|
Rataan jumlah larva yang tertinggi
adalah pada perlakuan U3T3 (buah kopi berumur 4 bulan dan ketinggian perangkap
1,4 meter) yaitu sebesar 2,54 ekor. Pada perlakuan umur buah kopi 2 bulan (U1)
tidak ditemukan larva. Hal ini disebabkan karena buah yang berumur 2 bulan
berwarna hijau muda hanya digunakan imago sebagai bahan makanannya saja.
Seperti yang dikemukakan oleh Tobing dkk. (2006) bahwa umumnya PBKo menyerang
buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras
dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek
untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan.
Larva ditemukan pada buah kopi yang
berumur 3 sampai 4 bulan yaitu berwarna hijau tua sampai merah karena betina
lebih menyukai buah kopi yang sudah matang dan endospermanya sudah keras untuk
dijadikan tempat meletakkan telur. Baker et all., (1992) menyatakan betina
membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar buah kopi (mesokarp) sebagai
tempat meletakkan telur jika buah sudah cukup matang. Hal yang sama dikemukakan
oleh USDA Agricultural Research Service (2006) bahwa betina berkembang biak
pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah, biasanya membuat lubang
dari ujung buah kopi dan meletakkan telur pada buah.
Hasil analisis statistik pada tabel
5 menunjukkan bahwa jumlah pupa yang terdapat pada biji kopi yang terserang
menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan II, III, V dan VI
sedangkan pada pengamatan I, IV, VII, dan VIII menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Rataan pupa yang paling tinggi adalah perlakuan U3T2 (buah kopi
berumur 4 bulan dengan ketinggian perangkap 1,2 meter) yaitu sebesar 0,84 ekor.
Pupa hanya ditemukan pada buah kopi yang berwarna merah. Apabila dikaitkan
dengan siklus hidup H. hampei maka waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi
pupa ±15-35 hari sedangkan perubahan buah kopi dari warna hijau tua menjadi
merah berlangsung selama 1 bulan. Apabila telur diletakkan pada buah yang
berwarna hijau tua, maka perubahan telur menjadi pupa bersama dengan pematangan
buah hijau tua menjadi merah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiryadiputra
(2007) bahwa masa inkubasi telur 5-9 hari dan lama stadium larva berkisar 10-26
hari. Sebelum imago. Pusat penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2006)
menyatakan lama stadium pupa 4 sampai 9 hari.
Tabel
5. Rataan jumlah pupa H. hampei pada
biji kopi yang terserang
Perlakuan
|
Cabang
|
Pengamatan
|
Total
|
Rataan
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
||||
U1T1
|
T
S
B
U
|
0
0,67
0,67
0,33
|
0,33
0
0,67
0,33
|
0,67
0,67
0,33
0,33
|
0,67
1
0
0,33
|
1
0,33
0
0,33
|
0
0,33
1,33
0
|
0,67
0,67
0
0
|
0,67
0,33
0,33
0
|
4,01
4
3,33
1,65
|
0,50
0,50
0,42
0,21
|
U2T1
|
T
S
B
U
|
0,33
1
0
1
|
0
0,33
1
0
|
1,67
0,33
0,67
0,67
|
0
0,67
1,33
0,33
|
0,33
1
0
0
|
1,33
1
0,67
0,33
|
0,67
1,33
0
0,33
|
0,33
0,33
1
0,33
|
4,66
5,99
4,67
2,99
|
0,59
0,75
0,58
0,37
|
U3T1
|
T
S
B
U
|
1,67
1,33
0,67
1
|
1,67
3,67
0
1,33
|
1,33
1
0
1
|
1,67
0,33
2
2
|
0
3
1,67
1
|
2
1
0
0,33
|
0,67
2
0,67
0
|
0,33
0,33
1
1,67
|
9,34
12,66
6,01
8,33
|
1,17
1,58
0,75
1,04
|
U1T2
|
T
S
B
U
|
0,67
1
0,33
0,33
|
0,33
0,67
0
0,33
|
1
0
0,67
0,67
|
0,67
0
0
0,33
|
0,33
0,33
0,67
0
|
1
0
0,33
0,33
|
0,33
0,33
0
0
|
0
0,67
0
0
|
4,33
3
2
1,99
|
0,54
0,38
0,25
0,25
|
U2T2
|
T
S
B
U
|
0,67
0,33
1,67
1,33
|
0,33
1
0
1,67
|
1
1,67
0
1,33
|
0,67
1
0
0
|
0,33
1
1,33
0,33
|
0
0,67
0,67
1,67
|
0
0,67
0,33
0
|
0
1
1,33
2,33
|
3
7,34
5,33
7,66
|
0,38
0,92
0,67
0,96
|
U3T2
|
T
S
B
U
|
2
0,67
1,33
2
|
2
1,33
1,33
2
|
1
1,33
3,67
1
|
0
0
2
0,33
|
0,67
3,67
1,33
1,67
|
1
1,67
1,33
0
|
0
1,33
0,67
0
|
0
0,67
0,67
1
|
6,67
10,67
12,33
8
|
0,83
1,33
1,54
1,00
|
U1T3
|
T
S
B
U
|
0,67
0,67
0,67
0
|
0
0,67
0,67
0
|
1,33
0,33
0,33
0
|
1
0,33
0
0
|
1,67
0,67
0
0,67
|
0,67
0,67
0,33
0
|
0
0,67
0,33
0
|
1
0,67
0,33
0
|
6,34
4,68
2,66
0,67
|
0,79
0,59
0,33
0,08
|
U2T3
|
T
S
B
U
|
0
0
1,33
0,33
|
0
0,33
2,33
1
|
0
1,67
0,67
1
|
0,33
1
1,33
0,67
|
1,33
2,33
0,33
0
|
1,33
0,67
2
1,33
|
0
0,67
0,67
0,33
|
0,67
0,33
0,33
0,33
|
3,66
7
8,99
4,99
|
0,46
0,88
1,12
0,62
|
U3T3
|
T
S
B
U
|
0,67
1
2
0,33
|
0,67
2
2,33
1,67
|
1,67
1,67
3,33
1,67
|
0,67
3,33
1,67
2
|
1,33
3
2
0
|
1,67
0,33
1
0,67
|
0
1
2
1
|
1
1
0,33
2
|
7,68
13,33
14,66
9,34
|
0,96
1,67
1,83
1,17
|
Total
|
27,67
|
31,99
|
35,68
|
27,66
|
33,65
|
27,66
|
17,34
|
22,31
|
223,96
|
|
|
Rataan
|
0,77
|
0,89
|
0,99
|
0,77
|
0,93
|
0,77
|
0,49
|
0,66
|
|
0,78
|
|
F (3,94)
F 0,05
|
0,499
2,71
|
0,52
2,71
|
0,265
2,71
|
0,407
2,71
|
6,019**
2,71
|
1,207
2,71
|
7,366**
2,71
|
1,17
2,71
|
|
|
|
F (8,94)
F 0,05
|
1,611
2,04
|
2,101*
2,04
|
1,822
2,04
|
2,852*
2,04
|
2,909*
2,04
|
0,999
2,04
|
2,108*
2,04
|
2,080*
2,04
|
|
|
|
F (2,94)
F 0,05
|
2,162
3,09
|
0,511
3,09
|
1,102
3,09
|
4,796*
3,09
|
0,135
3,09
|
0,077
3,09
|
3,090*
3,09
|
4,419*
3,09
|
|
|
Hasil analisis pehitungan statistik
diperoleh bahwa pada pengamatan II, IV, V, VII, dan VIII jumlah imago yang
ditemukan pada biji kopi yang terserang menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Sedangkan pada pengamatan I, III, VI menunjukkan hasil yang berbeda tidak
nyata. Pada pengamatan jumlah imago yang tertinggi terdapat pada perlakuan U3T3
(buah yang berwarna merah dengan ketinggian perangkap 1,4 meter) karena hama
ini lebih menyukai buah yang sudah tua seperti yang dikemukanan Direktorat
Perlindungan Perkebunan (2002) bahwa buah yang sudah tua paling tidak disukai
oleh hama ini.
Tabel
6. Rataan jumlah imago H. hampei pada
biji kopi yang terserang
Perlakuan
|
Cabang
|
Pengamatan
|
Total
|
Rataan
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
||||
U1T1
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U2T1
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U3T1
|
T
S
B
U
|
O,33
0
0,67
0
|
1
0,67
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0,67
0
0
|
0
0
0
0,67
|
0
1,33
0
0,33
|
0
0,67
0
0
|
0,67
0
0
0
|
2
3,34
0,67
1
|
0,25
0,42
0,08
0,13
|
U1T2
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U2T2
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U3T2
|
T
S
B
U
|
0
0,67
0
0,33
|
0
0,67
1
0
|
0,67
1,33
0,33
0
|
0
0,67
0
0
|
0
0
0,33
0
|
0,67
2
0
0
|
0
0,67
0
0
|
0
0,67
0
0
|
1,34
6,68
1,66
0,33
|
0,17
0,84
0,21
0,04
|
U1T3
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U2T3
|
T
S
B
U
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
0
0
0
0
|
U3T3
|
T
S
B
U
|
0,33
0,67
0
0,33
|
0
1
1,33
0
|
0
0,67
0,33
1,33
|
0
0,33
0,33
0
|
0,33
2
0
0
|
0
0
0,67
0,67
|
0
1
0,67
0
|
0
0
0
0
|
0,66
5,67
3,33
2,33
|
0,08
0,71
0,42
0,30
|
Total
|
3,33
|
5,67
|
4,66
|
2
|
3,33
|
5,67
|
3,01
|
1,34
|
29,01
|
|
|
Rataan
|
0,09
|
0,16
|
0,13
|
0,06
|
0,09
|
0,16
|
0,08
|
0,04
|
|
0,10
|
|
F (3,94)
F 0,05
|
0,55
2,71
|
1,469
2,71
|
0,738
2,71
|
2,421
2,71
|
1,535
2,71
|
1,699
2,71
|
2,283
2,71
|
0,653
2,71
|
|
|
|
F (8,94)
F 0,05
|
1,955
2,04
|
2,386*
2,04
|
4,315*
2,04
|
0,961
2,04
|
3,268*
2,04
|
3,268*
2,04
|
1,412
2,04
|
0,857
2,04
|
|
|
|
F (2,94)
F 0,05
|
1,824
3,09
|
0,032
3,09
|
0,352
3,09
|
1,282
3,09
|
0,068
3,09
|
0,068
3,09
|
Q,098
3,09
|
0,49
3,09
|
|
|
Stadia imago terdapat pada semua
umur buah kopi karena tersedia semua umur buah kopi dilapangan dimana serangan H. hampei ini sudah menyerang buah kopi
sejak buah kopi yang masih muda sampai yang sudah tua seperti pernyataan
Wiryadiputra (1996) bahwa dipertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih
berumur 2 bulan, yang bijinya masih dalam keadaan lunak, sampai dengan buah
masak berumur 4 bulan dan lewat masak yang berwarna hitam, baik yang masih
dipohon maupun yang telah gugur diatas tanah. Hal ini sama juga dikemukakan
oleh Rubio et al., (2008) menyatakan bahwa imago H. hampei telah merusak biji
kopi sejak biji kopi mulai membentuk endosperma. Serangga yang betina
meletakkan telur pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras. Pada
buah yang terserang dapat ditemukan lebih dari 1 imago dalam 1 buah kopi. Hal
ini disebabkan mulai stadium telur sampai imago serangga H. hampei tetap berada
dalam biji dan menggerek dalam biji kopi. Seperti yang dikemukakan oleh
Kalshoven (1981) bahwa perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya
didalam biji keras yang sudah matang berumur lebih dari 3 bulan, selanjutnya
Irulandi et al. (2007) menyatakan bahwa PBKo makan dan berkembang biak hanya
didalam biji kopi saja.
KESIMPULAN
Ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4
meter) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah serangga yang
tertangkap. Makin tinggi intensitas serangan, semakin bnayak serangga H. hampei yang tertangkap. Stadia larva
tidak ditemukan pada biji kopi yang berumur 2 bulan sedangkan stadia pupa hanya
ditemukan pada buah berumur 4 bulan yang telah berwarna merah. Imago dapat
menyerang pada semua umur buah kopi yang diamati (2, 3, dan 4 bulan).
DAFTAR
PUSTAKA
Baker
P. S., J. F. Barrera and A. Rivas. 1992. Life-History Studies Of The Coffee
Berry Borer (Coleoptera : Scolytidae) on coffe tress in Southerm Mexico.
http//www.JSTOR/journalofapllied_biology.htm (diakses 10 november 2008)
CIRAD.
2004. The Brocap Trap. http://french agricultural
Research Centre Of International Defelompment.pdf (diakses 1 april 2008)
Direktorat
Perlindungan Perkebunan, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. http://www.mamud.com/docd/coffee.pdf.
(diakses 10 november 2008)
Herman.
2003. Membangkitkan kembali peran Komoditas kopi bagi Perekonomian indonesia. http://tumotou.net/702_07134/herman.pdf.
(diakses 1 april 2008)
Irulandi
S., R. Rajendran, C. Chinniah and S. D. Samuel. 2007. Influence Of Weather
Factors On The Incidence Of Coffee Berry Borrer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera : Scolytidae) in pulney
hills, Tamil Nadu. Madras Agris. J.,94 (7-14):218-231
Jansen,
A. E. 2004. Growing Coffee Without Endosulfan. http://panuk.org/pestnews/pn66/pn66p.htm.
(diakses 24 februari 2008)
Kadir,
S. Ramlan, Nurjanani, M. Sjafrudin, dan M. Taufik. 2003. Kajian Teknologi
Pemangkasan pada tanaman Kopi. http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id.
(diakses 26 february 2008)
Kalshoven,
L.G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and Transleted by P. A. Van
der Lan. PT. Ichtiar baru. Van Hoeve. Jakarta
Nur,
A. M. 1998. Perkembangan Teknologi dalam Pengelolaan Perkebunan Kopi Arabika.
Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14(2) : 155- 164
Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman
Kopi. Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute Jember. Jawa Timur
Rubio
J. D., A. E. Bustillo, L. F. Valelezo , J. R. Acuna, and P. Benavides. 2008.
Alimentary canal and reproductive tract of Hypothenemus
hampei (Ferrari) (Coleoptera : Curculionidae, Scoytidae). Netropical
Entomology 37(2): 143-151.
Saptana,
T. Panji, H. Tarigan dan A. Setianto. 2007. Analisis Kelembagaan Pengendalian
Hama Terpadu Mendukung Agribisnis Kopi Rakyat dalam Rangka Otonomi Daerah.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor. http://ejournal.unud.ac.id/abstract/soca-saptanadkk(3).doc.
(diakses 1 april 2008)
Sembel.
D. T., D. S. Kandowangko dan J. Rimbing. 1993. Studi Tentang Penggunaan
Beberapa Patogen Untuk Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi, Hypothenemus hampei (Coleoptera :scolytidae) pada Tanaman Kopi di
Kabupaten Minahasa, Dalam Prosiding makalah Simposium patologi Serangga I.
Yogyakarta, 12-13 oktober 1993.
Silva,
F. C., Ventura, M. U., and Morales, L. 2006. Capture of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera : Scolytidae) in Respons
to trap Characteristic. Sci. Agric. (Piracicaba, braz.). 63(3) : 567- 571.
Tobing,
M. C., D. Bakti, Marheni dan M. Harahap. 2006. Perbanyakan Beauveria Bassiana
Pada Beberapa Media Dan Patogenisitasnya Terhadap Imago Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). J. Agrik 17(1)
: 15-22.
USDA
Agricultural Research Service. 2006. The Coffee berry borrer Hypothenemus hampei Ferr. www.asplantprotection.org/pdf/9thACPP?15_9thACPP.pdf
(diakses 24 november 2006)
Wiryadiputra,
S. 1996. Uji Terap Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi Menggunakan Jamur
Beauveria Di Sulawesi Selatan. Warta Puslit Kopi dan Kakao 12(2) : 125-129.
_____________
2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei Ferr). Pelita
Perkebunan 22(2) : 101-118.
______________ 2007. Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama
Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei
Ferr. Dengan komponen Utama pada Penggunaan Perangkap Brocap Trap. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Jawa Timur.
No comments:
Post a Comment