PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama adalah hewan yang merupakan kepentingan manusia.
Rumput yang sengaja ditanam dirusak belalang, belalang disehut hama. Padi
ditanam dan diserang penggerek batang, penggerek batang disebut hama. Bunga
warna putih yang indah, dikotori feces kumbang, kumbang disebut hama dan masih
banyak lagi contoh lainnya. (Susniahti dkk, 2009).
Pada suatu ekosistem pertanian ada serangga yang setup
tahun merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar, ada
serangga yang populasinya tidak begitu tinggi tetapi merugikan tanaman pula
bahkan ada serangga yang populasinya sangat rendah dan kerusakan yang diderita
tanaman kurang diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya serangga-serangga yang
diuraikan diatas dikategorikan (Metcald and Flint, 1967) :
Major pest / Main pest / Key pest atau hama penting / hama utama,
adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga
yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu
menimbulkan masalah selalu tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar.
Biasanya ada satu atau dua species serangga hama utama di suatu daerah. Hama
utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman
yang sama.
Secondery pest / Potensial pest adalah hama yang pada keadaan
normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya
perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas
serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama
utama.
Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem
setempat tetapi datang dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan
kerusakan ekonomi. Sebagai contoh belalang kembara atau Locusta migratoria yang
datang secara periodik dan memakan berbagai tanaman sepanjang wilayah yang
dilalui dengan populasi yang sangat tinggi (Hill,1997).
Apabila pengertian hama itu hewan yang merugikan, maka
serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak
tanaman haik secara ekonomis atuau estetis. Definisi hama itu tidak harus dihubungkan
dengan pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah sehingga kerugian
yang diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan serangga hama tetapi
bukan memerlukan strategi pengendalian. Umumnya kelompok serangga terdiri dari
serangga berguna (Helful or beneficial insect) dan serangga merugikan (Harmful
or injerious insect) Serangga merugikan terdiri dari (Kalshoven,1981):
a. Poisonous
insect seperti ulat bajra/ulat api, lebah
b. Pest yaitu crop pest seperti
serangga hama pada tanaman yang dibudidayakan, Plnat pest seperti serangga hama pada tanaman hutan atau tanaman
sayura lainnya.
c.
Stored groin pest seperti serangga hama gudang
d. House hold pest seperti serangga
hama pada rumah tangga, contohnya serangga kecoa
e. Dometic animal pest seperti
serangga hama pada luka yang diderita hewan
ternak.
f. Disease pests seperti serangga
yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun vektor penyakit.
Terjadinya hama karena hal-hal seperti berikuti ini :
a. Perubahan
Lingkungan
Pada ekosistem alami makanan
serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan,
sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian,
terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga
populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya.
b. Perpindahan Tempat
Serangga hama dapat berpindah tempat
secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago
dengan cara terbang atau berjalan. Secara pasif dilakukan oleh factor lain
seperti; tertiup angin atau terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia.
Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan cepat bila faktor
lingkungan mendukvngnya.
c. Perubahan Pandangan Manusia
Meningkatnya pendidikan dan taraf
hidup menyebabkan tuntutan terhadap bahan basil pertanian semakin baik sehingga
banyak konsumen yang menginginkan buah-buahan atau sayur-sayuran demikian pula
dengan bunga, jangan ada cacat sedikitpun. Pada konsumen tertentu buah yang
mengalami sedikit cacat saja sudah ditolak. dengan penolakan ini berarti cacat
tersebut menyebabkan hasil panes tidak laku sehingga terjadi kerugian secara
ekonomi. Pada kondisi seperti populasi serangga hama yang rendah sekalipun,
tidak dikehendaki kehadirannya. Ambang ekonomi lebih rendah dari populasi
keseimbangan (Equilibrium position) (Harahap, 1994).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang hama Kumbang
Moncong (Rhynchophorus ferrugineus O.)
Kegunaan Penulisan
-
Sebagai salah satu syarat untuk
dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Sub
Hama, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai sumber informasi bagi
pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika tumbuhan kelapa menurut pracaya (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class :
Monocotyledoneae
Ordo :
Palmales
Famili :
Palmae
Genus :
Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
a.
Akar
Akar tanaman kelapa ( Cocos nucifera L. ) merupakan akar
serabut. Akar kelapa membutuhkan
banyak unsur hara makro C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg maupun unsur mikro seperti
Cl. Pada ujung akar lembaga ada
selubung pelindung koleoriza (Pracaya, 2009).
b.
Batang
Tanaman
kelapa sawit tumbuh tegak
lurus ke atas sesuai dengan arah sinar matahari. Batang kelapa tidak bercabang dan tidak berkambium. Di ujung batang
terdapat titik tumbuh yang berfungsi membentuk daun, batang dan bunga. Tinggi
pohon kelapa bergantung pada faktor iklim, kesuburan tanah serta lingkungan
lahan.Batang tanaman kelapa mengalami pembesaran. Pembesaran batang pada jenis tanaman Monocotyledonae hanya terdapat pada
suku Aracaceae (Pinang-pinangan) (Pracaya,2009).
c.
Daun
Daun kelapa berbentuk
memanjang dan bertulang sejajar dan tumbuh lebih cepat pada saat musim hujan. : Daun
pada tanaman Kelapa menyirip (palem menyirip) atau bentuk kipas (palem kipas)
dengan pelepah daun atau tangkai daun yang melebar (Wahyuni, 2000).
d.
Bunga dan buah
Pohon kelapa mulai
menghasilkan buah pada usia 3-4 tahun. Setelah dibuahi,
bunga betina mulai tumbuh menjadi buah kira-kira 3-4 minggu setelah mayang
terbuka. Buah mencapai ukuran maksimum pada usia 9-10 bulan. (Wahyuni, 2000)
Bunga
kelapa merupakan bunga berkarang dikenal dengan sebutan mayang. Bunga jantan
dan betina terdapat dalam satu pohon, bunga betina terletak dipangkal cabang
dan bunga jantan di ujung batang
(pracaya, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan
hidup yang sesuai dengan pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingungan itu adalah sinar matahari, temperatur, curah hujan
kelembaban, keadaan tanah dan kecepatan angin. Disamping itu, iklim merupakan
faktor penting yanh ikut menentukan pertumbuhan kelapa. (Harahap, 2009).
Sinar matahari banyak minimal 120 jam
perbulan , jika kurang dari itu produksi buah akan rendah..Suhu yang paling cocok
adalah 27ºC dengan variasi rata-rata 5-7 º C, suhu kurang dari 20º C tanaman kurang
produktif..Curah
hujan yang baik 1300-2300 mm/th. Kekeringan panjang menyebabkan produksi
berkurang 50% , sedangkan kelembapan tinggi menyebabkan serangan penyakit jamur (balitka, 1989).
Tanah
Tanah yang
ideal untuk penanaman kelapa adalah tanah berpasir , berabu gunung, dan tanah
berliat. dengan pH tanah 5,2 hingga 8 dan mempunyai struktur remah sehingga
perakaran dapat berkembang dengan baik.
Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, dan tumbuh optimum pada pH 5,5-6,5. Tanah yang mengandung fosfor dan kalium sangat baik bagi pertumbuhan kelapa. Di pesisir pantai, pohon kelapa dapat tumbuh dengan baik dan produktif meski pun kandungan NaCl tinggi karena ada infiltrasi dari air laut. Hal ini disebabkan air yang bergerak banyak mengandung oksigen yang penting untuk pernafasan akar. (Warisno, 1998).
Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, dan tumbuh optimum pada pH 5,5-6,5. Tanah yang mengandung fosfor dan kalium sangat baik bagi pertumbuhan kelapa. Di pesisir pantai, pohon kelapa dapat tumbuh dengan baik dan produktif meski pun kandungan NaCl tinggi karena ada infiltrasi dari air laut. Hal ini disebabkan air yang bergerak banyak mengandung oksigen yang penting untuk pernafasan akar. (Warisno, 1998).
Biologi Hama
Sistematika kumbang moncong menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Genus : Rhynchophorus
Spesies : Rhynchophorus
ferrugineus O.
Siklus hidup kumbang moncong bervariasi tergantung pada habitat dan
kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang
sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih
kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27°C-29°C
dengan kelembaban relatif 85-95%. Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai
dewasa sekitar 6-9 bulan (Riostone, 2010).
Telur
Kumbang moncong betina bertelur di tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk,
pupuk kandang serta batang kelapa yang telah membusuk. Jumlah telurnya 30-70
butir atau lebih. Setelah sekitar 12 hari telur akan menetas
(Pracaya, 2009).
Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula
oval, kemudian
bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan
oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon
kelapa yang melapuk). Setelah dua minggu telur-telur ini akan menetas.
Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur,
sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir.
Stadium telur berkisar antara 11-13 hari, rata-rata 12 hari (Kalshoven, 1981).
Larva
Periode larva 2.5-6 bulan (tergantung temperatur dan
kelembaban). Setelah dewasa larva akan berhenti makan, kemudian akan mencari
tempat terlindung yang dingin dan lembab untuk persiapan membentuk pupa (Rukmana, 1997).
Dalam penelitian tentang sensor fisiologi seperti suhu,
larva R. ferrugineus tertarik pda suhu 27-29 ºC dan
menghindari suhu yang lebih rendah. Tingkah laku larva didominasi oleh faktor
cahaya, larva bergerak dipengaruhi oleh cahaya yang muncul secara tiba-tiba. Di
lingkungan alami, jika larva ditempatkan pada permukaan medium perkembangbiakan
larva akan cepat bergerak turun menjauhi cahaya, larva bergerak mengikuti
phototaksis negatif, kemungkinan hal ini merupakan adaptasi untuk menghindar
dari pemangsa. Larva tertarik pada kelembaban yang rendah (85-95%) daripada kelembaban
tinggi. Mekanisme ini dapat berjalan tunggal atau kombinasi untuk menuntun
larva keluar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan
atau perkembangan (Riostone, 2010).
Larva tidak bermata dan tidak berkaki. Badan bagian belakang
lebih besar dari bagian depan. Kepala merah kekunigan. Badan berbulu sangat
pendek. Larva menetas dalam luka-luka batang. Lara dewasa berukuran 6 cm dan lebar 3 cm.
Stadium larva sampai 3-4 bulan. Larva yang akan berkompompong,
membuat kokoh dari serat/pelepah dengan ukuran 6,5 cm dan lebar 3,5 cm. (Emir,
2012)
Pupa
Ketika akan membentuk pupa, larva meninggalkan sampah
dan bergerak ke pinggir atau dasar dari tumpukan sampah dan larva lebih
menyukai membentuk
kokon di dalam tanah yang lembab, pada kedalaman sekitar 30 cm.
Larva dapat mati, jika kondisi untuk membentuk pupa tidak sesuai (Kalshoven,
1981).
Panjang 3-4 cm dan lebar 1,5 cm. Dua minggu hidup dalam
kokon dan bertukar
rupa menjadi bentuk dewasa selama3 minggu dan masih tinggaldalam kokon. Fase
terakhir berwarna merah colat dan bagian tubuh telahmemperlihatkan tubuh
kumbang dewasa. (Emir, 2012)
Imago
Kumbang ini berwarna merah dipunggungnya. Panjangnya bisa mencapai ± 3 cm. Kumbang yang muncul
akan mulai beterbangan pada waktu senja atau malam hari menuju mahkota daun
tanaman kelapa dan ujung batang (Pracaya, 2009).
Kumbang tinggal dalam terowongan ± 1 minggu. Bila cukup
makanan, jarak terbangnya dekat. Bila kurang makanan, jarak terbangnya bisa
mencapai ± 10 km (Rukmana, 1997).
Bagian mulut berbentuk belalai. Bedanya, kumbang jantan moncongnya lurus dan
berbulu sedangkan kumbang betina agak bengkok kebawah dan gundul. Ukuran
kumbang dewasa 3-4 cm. Berwarna hitam.Pandai terbang dan bergerak aktif pada
siang hari. Stadium imago 3-6 bulan.Telur diletakkan oleh kumbang betina pada
luka-luka batang atau luka bekas gerekan
Oryctes. Jumlah telur sampai 500 butir. Ukuran panjang 2,5 mm, lebar 1 mm. Telur menetas setelah 3 hari. (Emir, 2012)
Kumbang dewasa betina dapat hidup sampai 274 hari,
sedangkan kumbang dewasa jantan dapat hidup sampai 192 hari (PPKS, 2010).
Gejala Serangan
Pada tanaman muda kumbang moncong ini mulai menggerek dari bagian samping bonggol
pada ketiak pelepah terbawah, langsung ke arah titik tumbuh kelapa sawit.
Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari. Apabila gerekan
sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati. Pucuk kelapa sawit yang
terserang, apabila nantinya membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti
kipas atau bentuk lain yang tidak normal atau berbentuk segitiga atau seperti
huruf V (Prawirosukarto dkk., 2003).
Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang
dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal yang dapat
mengakibatkan kematian titik tumbug atau terpuntirnya pelepah daun yang
dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang
belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka
ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga.
Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang (Suhardiyono,
1995).
Serangga dewasa dapat menyebabkan kerusakan dengan
melubangi pangkal daun tombak dan jaringan leher akar, pohon muda akan mati
jika titik tumbuhnya dirusak, kerusakan pada daun tombak biasanya mengakibatkan
malformasi. Serangan yang berulang-ulang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat
dan saat menjadi dewasa menjadi terlambat. Masa paling kritis adalah dua tahun
pertama setelah tanam dilapangan. Tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan
Rhynchophorus ferrugineus jika kanopi telah
saling menutup. Pada tanaman menghasilkan jarang menimbulkan masalah (Subiyanto,1999).
Imago menggerek bagian pangkal daun pucuk bahkan sampai
ke titik tumbuh sehingga daun yang keluar menjadi lebih pendek, patah dan
bentuknya berubah. Imago menggerek untuk mendapatkan cairan dari jaringan bekas
gereken. Setelah menggerek, imago betina menuju tempat yang cocok untuk
meletakkan telur yaitu pada bahan material yang baru mulai membusuk. Imago
jantan hanya mengikuti imago betina menuju ke lubang makan (Rahayuwati, dkk,
2002).
Kumbang dewasa terbang ketajuk kelapa pada malam hari
dan mulai bergerak ke dalam bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah daun
yang paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat
menyebabkan pelepah patah. (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).
Tunas tanaman di pembibitan menjadi kering karena gerekan
dibagian pangkalnya. Areal TBM menjadi sasaran utama serangan hama dengan pelepah
pelepah muda yang mengering diantara daun-daun tua yang masih hijau. Adanya
lubang bekas gerekan kumbang pada bagian pangkal pelepah muda tanaman. Pelepah
daun terlihat terpuntir sehingga posisinya tampak tidak beraturan (PPKS, 2010).
Metode Pengendalian
Kumbang moncong tidak bisa terbang jauh, kisaran penerbangan 200 yard dari tempat
pembibitan. Metode pengendalian adalah berburu pada tempat-tempat pembiakan,
membunuh kumbang dalam tahap muda, larva, kemudian pastikan bahwa tidak ada
kumbang lain yang dapat berkembang biak di sana. Kumbang betina bertelur pada
semua jenis vegetasi yang membusuk, pupuk kandang, kompos, dan terutama di
batang kelapa mati (Piggot, 1964).
Pengendalian biasanya dilakukan dengan menangkap kumbang
setiap hari atau aplikasi insektisida setiap minggu. Biaya operaional teknik
ini sangat tinggi. Sebagai alternatif, daya tarik ethyl 4-metyloctanoate, komponen
utama feromon R. ferrugineus terhadap kumbang ini telah di uji (Asri, 2010).
Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang moncong adalah penggunaan
perangkap feromon. PPKS saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat
(dengan nama dagang Feromonas) untuk menarik kumbang jantan maupun betina.
Feromon agregat ini berguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai
perangkap massal. Pemerangkapan kumbang moncong dengan menggunakan ferotrap terdiri atas
satu kantong feromon sintetik (PPKS, 2010).
Pengendalian kumbang
moncong pada saat telah terjadi serangan di tanaman belum
menghasilkan (TBM) dapat dilakukan dengan cara menggunakan feromon. Feromon
diletakkan pada posisi di pinggiran seluruh areal tanaman baru atau tanaman
muda., sehingga kumbang yang ada di dalam areal akan berpindah ke pinggiran areal tempat
feromon dipasang. Sementara untuk serangan O.rhinocerosdari luar areal TBM akan
tertahan juga pada pinggiran areal (Pasaribu, 2005).
Penggunaan feromon dapat menurunkan populasi kumbang moncong di
lapangan, 5-27 ekor kumbang per hektar dapat terperangkap setiap bulan (APCC,
2006).
Kumbang moncong berbahaya pada tanaman kelapa, lima ekor kumbang (dalam tahap
makan) per hektar dapat mematikan setengah dari tanaman yang baru ditanam
(Balitka, 1989).
Oleh sebab itu penggunaan feromon dapat menyelamatkan
tanaman kelapa dari ancaman kehilangan produksi bahkan kematian tanaman.
Penggunaan perangkap feromon dapat menurunkan populasi hama dan tingkat
kerusakan hama sampai batas tidak merugikan serta menurunkan penggunaan
insektisida dan kerusakan lingkungan (Roelofs, 1978).
KESIMPULAN
1.
Kumbang
Moncong merupakan hama terpenting setelah kumbang badak dan ulat api yang
menyerang tanaman kelapa sawit
2.
Kumbang
moncong ini dapat menyerang beberapa tanaman inang seperti kelapa sawit, kelapa
kopyor dan sagu.
3.
Penggunaan
feromon dapat mengurangi serangan hama ini dengan meletakkannya pada
pertengahan area kelapa sawit
4.
Hama ini
dapat tumbuh pada bahan organik, tanaman yang busuk, dan bagian bagian tanaman
yang telah ditebang
5.
Pengendalian
hama kumbang moncong sebenarnya sama dengan kumbang badak, karena hama ini sama
sama menyerang bagian yang sama pada tanaman kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
APCC, 2006.
Uji resitensi hama kumbang moncong pada jamur cordisep di laboratorium.
Association of Professional Compliance Consultants. Australia.
Arantha, H. I., 2010. Potensi pemanfaatan biosida
nabati guna mengurangi dampak buruk pestisida kimia. Universitas Andalas.
Padang.
Asri, P., 2010. Pengendalian hama hama tanaman sagu
di irian barat. Universitas Cendrawasih. Irian jaya.
Balitka, 1989. Penggunaan cairan insektisida yang
berlebih terhadap kumbang badak. Balitka.
Direktorat Jendral Perkebunan, 2008. Hama dan
penyakit yang menggangu tanaman kelapa sawit. Ditjedbun. Pontianak.
Emir, D. B., 2012.
Hama dan Penyakit Penting Kelapa. Brawijaya University press. Malang.
Harahap, B. K., 1994. Hama Penting Perkebunan Kelapa
sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Hill, K., 1997.
Pest Control. University of Washington. Washington DC..
Jumar, N. K., 2000. Uji kelayakan pestisida kimia di
suatu lahan perkebunan. Unila. Lampung.
Metcald, R. and Flint K. L, 1967. Pest and Pesticide in environment. Oxford university press.
England.
Kalshoven, D., 1981. Pesticide Resistance Occurs
When a Population of Pests. Oxford University press. England.
Riostone, U,.
2010. How Reaction Pesticide for pest in chicago. Clempson university. South
Carolina.
Pracaya, 2009. Hama Perkebunan. Kanisius.
Yogyakarta.
Piggot, F. O. 1964. pesticide occurs when a population
of pests. University of Florida. Florida.
Pasaribu, A. M. ,2005. Efektivitas penggunaan formula asap terhadap
serangan hama kumbang moncong di pontianak. Jurnal Biosains. Pontianak.
PPKS, 2010. Potensi penggunaan feromon untuk
menanggulangi dampak hama kumbang. PPKS. Medan.
Prawirosukarto, W. Wika, A.S. dan , abdillah, A.,
2003. Efek resistensi hama hama perkebunan akibat kelimpahan pestisida.
Universitas Muhammadiyah. Malang.
Roelofs, 1978.
How to controling pest in environment. British Pest
Control Association. UK.
Rukmana, S., 1997. Kelapa Sawit dan Agribisnisnya.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardiyono,
J. L., 1995. Pengaruh Perlakuan pemberian insektisida nabati terhadap hama
tanaman sagu. Agrovigor. Vol-2. Malang.
Subiyanto, E. 1999. Uji kelayakan predator terhadap
ulat kumbang badak di laboratorium. Jurnal perlindungan Tanaman. Jakarta.
Susniahti, A. E. K. Admanegara, S. Arbi , 2009. Efektifitas Pemanfaatan Biosida Sebagai
Pencegahan Preventif Hama Merugikan.
Universitas Brawijaya. Malang
Setyamidjaja, D., 1991. Pengaruh serangan cordisep
terhadap hama kumbang moncong di laboratorium. Universitas hasanudin. Makasar.
Rahayuwati, Indah, A. A, P. S. sinaga, 2002. Pengembangan
pola feromon guna mengendalikan hama kumbang pada sagu. Jurnal perlintan.
Surakarta.
No comments:
Post a Comment