Thursday, May 16, 2013

Paper : Hama Kumbang Moncong Rhynchophorus ferrugineus


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama adalah hewan yang merupakan kepentingan manusia. Rumput yang sengaja ditanam dirusak belalang, belalang disehut hama. Padi ditanam dan diserang penggerek batang, penggerek batang disebut hama. Bunga warna putih yang indah, dikotori feces kumbang, kumbang disebut hama dan masih banyak lagi contoh lainnya. (Susniahti dkk, 2009).
Pada suatu ekosistem pertanian ada serangga yang setup tahun merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar, ada serangga yang populasinya tidak begitu tinggi tetapi merugikan tanaman pula bahkan ada serangga yang populasinya sangat rendah dan kerusakan yang diderita tanaman kurang diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya serangga-serangga yang diuraikan diatas dikategorikan (Metcald and Flint, 1967) :
 Major pest / Main pest / Key pest atau hama penting / hama utama, adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah selalu tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua species serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama.
 Secondery pest / Potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama
utama.
 Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem setempat tetapi datang dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan kerusakan ekonomi. Sebagai contoh belalang kembara atau Locusta migratoria yang datang secara periodik dan memakan berbagai tanaman sepanjang wilayah yang dilalui dengan populasi yang sangat tinggi (Hill,1997).
Apabila pengertian hama itu hewan yang merugikan, maka serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak tanaman haik secara ekonomis atuau estetis. Definisi hama itu tidak harus dihubungkan dengan pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah sehingga kerugian yang diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan serangga hama tetapi bukan memerlukan strategi pengendalian. Umumnya kelompok serangga terdiri dari serangga berguna (Helful or beneficial insect) dan serangga merugikan (Harmful or injerious insect) Serangga merugikan terdiri dari (Kalshoven,1981):
a.  Poisonous insect seperti ulat bajra/ulat api, lebah
b. Pest yaitu crop pest seperti serangga hama pada tanaman yang dibudidayakan, Plnat pest seperti  serangga hama pada tanaman hutan atau tanaman sayura lainnya.
c.  Stored groin pest seperti serangga hama gudang
d. House hold pest seperti serangga hama pada rumah tangga, contohnya serangga kecoa
e. Dometic animal pest seperti serangga hama pada luka yang diderita hewan    ternak.
f. Disease pests seperti serangga yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun vektor penyakit.
Terjadinya hama karena hal-hal seperti berikuti ini :
a.  Perubahan Lingkungan
Pada ekosistem alami makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya. 
b. Perpindahan Tempat
Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Secara pasif dilakukan oleh factor lain seperti; tertiup angin atau terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia. Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan cepat bila faktor lingkungan mendukvngnya.
c. Perubahan Pandangan Manusia
Meningkatnya pendidikan dan taraf hidup menyebabkan tuntutan terhadap bahan basil pertanian semakin baik sehingga banyak konsumen yang menginginkan buah-buahan atau sayur-sayuran demikian pula dengan bunga, jangan ada cacat sedikitpun. Pada konsumen tertentu buah yang mengalami sedikit cacat saja sudah ditolak. dengan penolakan ini berarti cacat tersebut menyebabkan hasil panes tidak laku sehingga terjadi kerugian secara ekonomi. Pada kondisi seperti populasi serangga hama yang rendah sekalipun, tidak dikehendaki kehadirannya. Ambang ekonomi lebih rendah dari populasi keseimbangan (Equilibrium position) (Harahap, 1994).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang hama  Kumbang Moncong (Rhynchophorus ferrugineus O.)
Kegunaan Penulisan
-          Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Sub Hama, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-          Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
                   Sistematika tumbuhan kelapa menurut pracaya (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom               : Plantae
Divisio                   : Spermatophyta
Subdivisio             : Angiospermae
Class                     : Monocotyledoneae
Ordo                      : Palmales
Famili                    : Palmae
Genus                    : Cocos
Spesies                  : Cocos nucifera L.
a.   Akar
Akar tanaman kelapa ( Cocos nucifera L. ) merupakan akar serabut. Akar kelapa membutuhkan banyak unsur hara makro C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg maupun unsur mikro seperti Cl. Pada ujung akar lembaga ada selubung pelindung koleoriza (Pracaya, 2009).
b.   Batang
 Tanaman kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas sesuai dengan arah sinar matahari. Batang kelapa tidak bercabang dan tidak berkambium. Di ujung batang terdapat titik tumbuh yang berfungsi membentuk daun, batang dan bunga. Tinggi pohon kelapa bergantung pada faktor iklim, kesuburan tanah serta lingkungan lahan.Batang tanaman kelapa mengalami pembesaran. Pembesaran batang pada jenis tanaman Monocotyledonae hanya terdapat pada suku Aracaceae (Pinang-pinangan) (Pracaya,2009).
c.   Daun
Daun kelapa berbentuk memanjang dan bertulang sejajar dan tumbuh lebih cepat pada saat musim hujan. : Daun pada tanaman Kelapa menyirip (palem menyirip) atau bentuk kipas (palem kipas) dengan pelepah daun atau tangkai daun yang melebar (Wahyuni, 2000).
d.   Bunga dan buah
 Pohon kelapa mulai menghasilkan buah pada usia 3-4 tahun. Setelah dibuahi, bunga betina mulai tumbuh menjadi buah kira-kira 3-4 minggu setelah mayang terbuka. Buah mencapai ukuran maksimum pada usia 9-10 bulan. (Wahyuni, 2000)
Bunga kelapa merupakan bunga berkarang dikenal dengan sebutan mayang. Bunga jantan dan betina terdapat dalam satu pohon, bunga betina terletak dipangkal cabang dan bunga jantan di ujung batang (pracaya, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim  
Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai dengan pertumbuhan dan produksinya.  Faktor lingungan itu adalah sinar matahari, temperatur, curah hujan kelembaban, keadaan tanah dan kecepatan angin. Disamping itu, iklim merupakan faktor penting yanh ikut menentukan pertumbuhan kelapa. (Harahap, 2009).
Sinar matahari banyak minimal 120 jam perbulan , jika kurang dari itu produksi buah akan rendah..Suhu yang paling cocok adalah 27ºC dengan variasi rata-rata 5-7 º C, suhu kurang dari 20º C tanaman kurang produktif..Curah hujan yang baik 1300-2300 mm/th. Kekeringan panjang menyebabkan produksi berkurang 50% , sedangkan kelembapan tinggi menyebabkan serangan penyakit jamur (balitka, 1989).
Tanah 
Tanah yang ideal untuk penanaman kelapa adalah tanah berpasir , berabu gunung, dan tanah berliat. dengan pH tanah 5,2 hingga 8 dan mempunyai struktur remah sehingga perakaran dapat berkembang dengan baik.
Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, dan tumbuh optimum pada pH 5,5-6,5. Tanah yang mengandung fosfor dan kalium sangat baik bagi pertumbuhan kelapa. Di pesisir pantai, pohon kelapa dapat tumbuh dengan baik dan produktif meski pun kandungan NaCl tinggi karena ada infiltrasi dari air laut. Hal ini disebabkan air yang bergerak banyak mengandung oksigen yang penting untuk pernafasan akar. (Warisno, 1998).
Biologi  Hama
Sistematika kumbang moncong menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insekta
Ordo               : Coleoptera
Famili              : Curculionidae
Genus              : Rhynchophorus
Spesies            : Rhynchophorus ferrugineus O.
Siklus hidup kumbang moncong bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27°C-29°C dengan kelembaban relatif 85-95%. Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan (Riostone, 2010).
Telur
Kumbang moncong betina bertelur di tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang serta batang kelapa yang telah membusuk. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih. Setelah sekitar 12 hari telur akan menetas
(Pracaya, 2009).
Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk). Setelah dua minggu telur-telur ini akan menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir. Stadium telur berkisar antara 11-13 hari, rata-rata 12 hari (Kalshoven, 1981).
Larva
Periode larva 2.5-6 bulan (tergantung temperatur dan kelembaban). Setelah dewasa larva akan berhenti makan, kemudian akan mencari tempat terlindung yang dingin dan lembab untuk persiapan membentuk pupa     (Rukmana, 1997).
Dalam penelitian tentang sensor fisiologi seperti suhu, larva R. ferrugineus tertarik pda suhu 27-29 ºC dan menghindari suhu yang lebih rendah. Tingkah laku larva didominasi oleh faktor cahaya, larva bergerak dipengaruhi oleh cahaya yang muncul secara tiba-tiba. Di lingkungan alami, jika larva ditempatkan pada permukaan medium perkembangbiakan larva akan cepat bergerak turun menjauhi cahaya, larva bergerak mengikuti phototaksis negatif, kemungkinan hal ini merupakan adaptasi untuk menghindar dari pemangsa. Larva tertarik pada kelembaban yang rendah (85-95%) daripada kelembaban tinggi. Mekanisme ini dapat berjalan tunggal atau kombinasi untuk menuntun larva keluar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan atau perkembangan (Riostone, 2010).
Larva tidak bermata dan tidak berkaki. Badan bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Kepala merah kekunigan. Badan berbulu sangat pendek. Larva menetas dalam luka-luka batang. Lara dewasa berukuran 6 cm dan lebar 3 cm. Stadium larva sampai 3-4 bulan. Larva yang akan berkompompong, membuat kokoh dari serat/pelepah dengan ukuran 6,5 cm dan lebar 3,5 cm.  (Emir, 2012)
Pupa
Ketika akan membentuk pupa, larva meninggalkan sampah dan bergerak ke pinggir atau dasar dari tumpukan sampah dan larva lebih menyukai membentuk
kokon di dalam tanah yang lembab, pada kedalaman sekitar 30 cm. Larva dapat mati, jika kondisi untuk membentuk pupa tidak sesuai (Kalshoven, 1981).
Panjang 3-4 cm dan lebar 1,5 cm. Dua minggu hidup dalam kokon dan bertukar rupa menjadi bentuk dewasa selama3 minggu dan masih tinggaldalam kokon. Fase terakhir berwarna merah colat dan bagian tubuh telahmemperlihatkan tubuh kumbang dewasa. (Emir, 2012)
Imago
Kumbang ini berwarna merah dipunggungnya. Panjangnya bisa mencapai ± 3 cm. Kumbang yang muncul akan mulai beterbangan pada waktu senja atau malam hari menuju mahkota daun tanaman kelapa dan ujung batang (Pracaya, 2009).
Kumbang tinggal dalam terowongan ± 1 minggu. Bila cukup makanan, jarak terbangnya dekat. Bila kurang makanan, jarak terbangnya bisa mencapai ± 10 km (Rukmana, 1997).
Bagian mulut berbentuk belalai. Bedanya, kumbang jantan moncongnya lurus dan berbulu sedangkan kumbang betina agak bengkok kebawah dan gundul. Ukuran kumbang dewasa 3-4 cm. Berwarna hitam.Pandai terbang dan bergerak aktif pada siang hari. Stadium imago 3-6 bulan.Telur diletakkan oleh kumbang betina pada luka-luka batang atau luka bekas gerekan Oryctes. Jumlah telur sampai 500 butir. Ukuran panjang 2,5 mm, lebar 1 mm. Telur menetas setelah 3 hari. (Emir, 2012)
Kumbang dewasa betina dapat hidup sampai 274 hari, sedangkan kumbang dewasa jantan dapat hidup sampai 192 hari (PPKS, 2010).
Gejala Serangan
Pada tanaman muda kumbang moncong ini mulai menggerek dari bagian samping bonggol pada ketiak pelepah terbawah, langsung ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari. Apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau bentuk lain yang tidak normal atau berbentuk segitiga atau seperti huruf V (Prawirosukarto dkk., 2003).
Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal yang dapat mengakibatkan kematian titik tumbug atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga. Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang (Suhardiyono, 1995).
Serangga dewasa dapat menyebabkan kerusakan dengan melubangi pangkal daun tombak dan jaringan leher akar, pohon muda akan mati jika titik tumbuhnya dirusak, kerusakan pada daun tombak biasanya mengakibatkan malformasi. Serangan yang berulang-ulang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan saat menjadi dewasa menjadi terlambat. Masa paling kritis adalah dua tahun pertama setelah tanam dilapangan. Tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan Rhynchophorus ferrugineus jika kanopi telah saling menutup. Pada tanaman menghasilkan jarang menimbulkan masalah (Subiyanto,1999).
Imago menggerek bagian pangkal daun pucuk bahkan sampai ke titik tumbuh sehingga daun yang keluar menjadi lebih pendek, patah dan bentuknya berubah. Imago menggerek untuk mendapatkan cairan dari jaringan bekas gereken. Setelah menggerek, imago betina menuju tempat yang cocok untuk meletakkan telur yaitu pada bahan material yang baru mulai membusuk. Imago jantan hanya mengikuti imago betina menuju ke lubang makan (Rahayuwati, dkk, 2002).
Kumbang dewasa terbang ketajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke dalam bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah daun yang paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).
Tunas tanaman di pembibitan menjadi kering karena gerekan dibagian pangkalnya. Areal TBM menjadi sasaran utama serangan hama dengan pelepah pelepah muda yang mengering diantara daun-daun tua yang masih hijau. Adanya lubang bekas gerekan kumbang pada bagian pangkal pelepah muda tanaman. Pelepah daun terlihat terpuntir sehingga posisinya tampak tidak beraturan (PPKS, 2010).
Metode Pengendalian
Kumbang moncong tidak bisa terbang jauh, kisaran penerbangan 200 yard dari tempat pembibitan. Metode pengendalian adalah berburu pada tempat-tempat pembiakan, membunuh kumbang dalam tahap muda, larva, kemudian pastikan bahwa tidak ada kumbang lain yang dapat berkembang biak di sana. Kumbang betina bertelur pada semua jenis vegetasi yang membusuk, pupuk kandang, kompos, dan terutama di batang kelapa mati (Piggot, 1964).
Pengendalian biasanya dilakukan dengan menangkap kumbang setiap hari atau aplikasi insektisida setiap minggu. Biaya operaional teknik ini sangat tinggi. Sebagai alternatif, daya tarik ethyl 4-metyloctanoate, komponen utama feromon R. ferrugineus terhadap kumbang ini telah di uji (Asri, 2010).
Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang moncong adalah penggunaan perangkap feromon. PPKS saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat (dengan nama dagang Feromonas) untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat ini berguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai perangkap massal. Pemerangkapan kumbang moncong dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (PPKS, 2010).
Pengendalian kumbang moncong pada saat telah terjadi serangan di tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dilakukan dengan cara menggunakan feromon. Feromon diletakkan pada posisi di pinggiran seluruh areal tanaman baru atau tanaman muda., sehingga kumbang yang ada di dalam areal akan berpindah ke pinggiran areal tempat feromon dipasang. Sementara untuk serangan O.rhinocerosdari luar areal TBM akan tertahan juga pada pinggiran areal (Pasaribu, 2005).
Penggunaan feromon dapat menurunkan populasi kumbang moncong di lapangan, 5-27 ekor kumbang per hektar dapat terperangkap setiap bulan (APCC, 2006).
Kumbang moncong berbahaya pada tanaman kelapa, lima ekor kumbang (dalam tahap makan) per hektar dapat mematikan setengah dari tanaman yang baru ditanam (Balitka, 1989).
Oleh sebab itu penggunaan feromon dapat menyelamatkan tanaman kelapa dari ancaman kehilangan produksi bahkan kematian tanaman. Penggunaan perangkap feromon dapat menurunkan populasi hama dan tingkat kerusakan hama sampai batas tidak merugikan serta menurunkan penggunaan insektisida dan kerusakan lingkungan (Roelofs, 1978).

KESIMPULAN

1.        Kumbang Moncong merupakan hama terpenting setelah kumbang badak dan ulat api yang menyerang tanaman kelapa sawit
2.        Kumbang moncong ini dapat menyerang beberapa tanaman inang seperti kelapa sawit, kelapa kopyor dan sagu.
3.        Penggunaan feromon dapat mengurangi serangan hama ini dengan meletakkannya pada pertengahan area kelapa sawit
4.        Hama ini dapat tumbuh pada bahan organik, tanaman yang busuk, dan bagian bagian tanaman yang telah ditebang
5.        Pengendalian hama kumbang moncong sebenarnya sama dengan kumbang badak, karena hama ini sama sama menyerang bagian yang sama pada tanaman kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA 
APCC, 2006.  Uji resitensi hama kumbang moncong pada jamur cordisep di laboratorium. Association of Professional Compliance Consultants. Australia.

Arantha, H. I., 2010. Potensi pemanfaatan biosida nabati guna mengurangi dampak buruk pestisida kimia. Universitas Andalas. Padang.

Asri, P., 2010. Pengendalian hama hama tanaman sagu di irian barat. Universitas Cendrawasih. Irian jaya.

Balitka, 1989. Penggunaan cairan insektisida yang berlebih terhadap kumbang badak. Balitka.

Direktorat Jendral Perkebunan, 2008. Hama dan penyakit yang menggangu tanaman kelapa sawit. Ditjedbun. Pontianak.

Emir, D. B., 2012.  Hama dan Penyakit Penting Kelapa. Brawijaya University press. Malang.

Harahap, B. K., 1994. Hama Penting Perkebunan Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta.

Hill, K., 1997.  Pest Control. University of Washington. Washington DC..

Jumar, N. K., 2000. Uji kelayakan pestisida kimia di suatu lahan perkebunan. Unila. Lampung.

Metcald, R. and Flint K. L, 1967.  Pest and Pesticide in  environment. Oxford university press. England.

Kalshoven, D., 1981. Pesticide Resistance Occurs When a Population of Pests. Oxford University press. England.

Riostone,  U,. 2010. How Reaction Pesticide for pest in chicago. Clempson university. South Carolina.

Pracaya, 2009. Hama Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.

Piggot, F. O. 1964. pesticide occurs when a population of pests. University of Florida. Florida.

Pasaribu, A. M. ,2005.  Efektivitas penggunaan formula asap terhadap serangan hama kumbang moncong di pontianak. Jurnal Biosains. Pontianak.
PPKS, 2010. Potensi penggunaan feromon untuk menanggulangi dampak hama kumbang. PPKS. Medan.

Prawirosukarto, W. Wika, A.S. dan , abdillah, A., 2003. Efek resistensi hama hama perkebunan akibat kelimpahan pestisida. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Roelofs, 1978.  How to controling pest in environment. British Pest Control Association. UK.

Rukmana, S., 1997. Kelapa Sawit dan Agribisnisnya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardiyono,  J. L., 1995. Pengaruh Perlakuan pemberian insektisida nabati terhadap hama tanaman sagu. Agrovigor. Vol-2. Malang.

Subiyanto, E. 1999. Uji kelayakan predator terhadap ulat kumbang badak di laboratorium. Jurnal perlindungan Tanaman. Jakarta.

Susniahti, A. E. K. Admanegara, S. Arbi , 2009.  Efektifitas Pemanfaatan Biosida Sebagai Pencegahan Preventif Hama Merugikan.  Universitas Brawijaya. Malang

Setyamidjaja, D., 1991. Pengaruh serangan cordisep terhadap hama kumbang moncong di laboratorium. Universitas hasanudin. Makasar.

Rahayuwati, Indah, A. A, P. S. sinaga, 2002. Pengembangan pola feromon guna mengendalikan hama kumbang pada sagu. Jurnal perlintan. Surakarta.



No comments:

Post a Comment