Thursday, July 18, 2013

Paper : Jurnal Pupuk Organik Padat Daun Gamal

ABSTRAK
Daun gamal jika dijadikan pupuk organik mempunyai kandungan nitrogen tinggi sehingga sangat sesuai jika diaplikasikan pada tanaman yang menghasilkan bagian vegetatif sebagai bagian yang dipanen. Penelitian tentang potensi daun gamal sebagai pupuk organik padat (POP) dilakukan di rumah kaca STPP Gowa sejak Maret sampai Juni 2006. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok yang diulang 3 kali dengan 6 perlakuan dosis POP daun gamal (POPDG) masing-masing D0 = tanpa POPDG, D1 = POPDG 2 ton ha-1; D2 = POPDG 4 ton ha-1; D3 = POPDG 6 ton ha-1; D4 = POPDG 8 ton ha-1; dan D5 = POPDG 10 ton ha-1. Hasil penelitian menunjukan bahwa pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi. Hasil terbaik yang dapat diperoleh pada penggunaan POPDG terhadap tanaman sawi adalah 6 – 8 ton ha-1. Penggunaan POPDG dengan dosis lebih dari 8 ton ha-1, cenderung mengurangi laju pertumbuhan vegetatif dan berat basah tanaman sawi. Adanya kandungan senyawa-senyawa antinutrisi dalam daun gamal berpeluang membatasi potensinya sebagai pupuk organik padat.
Kata kunci : daun gamal, potensi, pupuk organik padat, antinutrisi.

PENDAHULUAN

Sistem intensifikasi pertanian seperti yang selama ini dilakukan, telah mendorong intensitas pemakaian pupuk kimia terus meningkat dari waktu ke waktu. Sejak awal pelaksanaan sistem Bimas, diperkenalkan penggunaan pupuk kimia untuk tanaman padi sawah misalnya dengan dosis yang hanya sekitar 50 – 70 kg ha-1. Dalam rentang waktu kurang lebih 25 tahun, terjadi peningkatan dosis pupuk 5 – 6 kali lipat dan hingga saat ini dosis penggunaan pupuk telah mencapai lebih dari 300 kg ha-1 (Aryantha dkk., 2002), sementara peningkatan produksi padi hanya sebesar 50 persen (Sugito, 2002).
Keberhasilan intensifikasi pertanian tersebut ternyata berdampak pada pengurasan potensi lahan yang mengalami marginalisasi yaitu dengan makin banyaknya unsur hara yang setiap tahun terangkut melalui panen, laju pelapukan bahan organik dipercepat mengakibatkan tanah kehilangan daya adsorpsi hara. Pengelolaan kesuburan tanah pada system ini hanya ditekankan pada penambahan pupuk anorganik secara berlebihan tanpa adanya upaya menjaga kestabilan bahan organik dalam mempertahankan kesuburan tanah. Klimaks dari teknologi pertanian masa lalu tersebut adalah makin meluasnya areal lahan kritis. Menurut Djojohadikusumo (1995), areal lahan kritis yang saat ini tersebar di Indonesia
diperkirakan setiap tahun bertambah seluas 300.000 – 600.000 hektar, sebagai indikasi bahwa usaha-usaha ke arah pelestarian lahan-lahan pertanian belum dilakukan secara benar. Menyadari akan hal tersebut, telah diupayakan bentuk-bentuk teknologi alternative untuk menekan penggunaan pupuk kimia, salah satunya dengan memanfaatkan bahan maupun pupuk organik. Beberapa hasil penggunaan bahan organic dalam kegiatan teknologi pertanian  sebagaimana dilaporkan oleh Arifin (2003) bahwa pada kondisi tanah dengan N total rendah, P dan K sedang namun dengan nisbah C/N tergolong tinggi, aplikasi pupuk organik sebanyak 2,25 ton ha-1 dengan aplikasi pupuk anorganik setengah dosis anjuran dapat memperoleh hasil padi setara dengan dosis anjuran. Sementara Naswir (2003) melaporkan bahwa penggunaan urine sapi yang difermentasi mampu meningkatkan produksi tomat sebesar 21,43 persen.
            Tanaman famili leguminoceae merupakan jenis tanaman yang berpotensi sebagai sumber hara tanaman dalam bentuk pupuk organik, salah satu diantaranya adalah Gamal (Gliricidia sepium). Keunggulan tanaman ini dibandingkan jenis leguminoceae lain yang berbentuk pohon adalah : 1) mudah dibudidayakan; 2) pertumbuhannya cepat; 3) produksi biomassanya tinggi; serta 4) berpotensi sebagai tanaman konservasi khususnya dalam sistem
budidaya lorong (alley cropping). Selain itu sebagai jenis leguminoceae, gamal mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah, menyebabkan biomasa tanaman ini mudah mengalami dekomposisi. Tanaman ini lebih mudah diperoleh dan berpeluang untuk tersedia lebih banyak dalam lingkungan maupun lahan usahatani umumnya, khususnya tanaman semusim dengan penataan lahan yang lebih baik dan teratur. Kang et al., (1990 dalam Ibrahim (2002) melaporkan bahwa diperkirakan jumlah unsur hara yang dapat didaurulangkan oleh sistem budidaya lorong setiap tahun melalui biomasa bagian atas tanaman gamal rata-rata per ha adalah 165 kg N, 14 kg P, 113 kg K. Dengan potensi yang cukup besar tersebut, memungkinkan tanaman ini mampu mempertahankan kontinuitas produksi tanaman semusim khususnya yang dibudidayakan secara alley cropping. Ibrahim (2002) memperlihatkan bahwa ternyata dari daun gamal dapat diperoleh sebesar 3,15 persen N, 0,22 persen P, 2,65 persen K, 1,35 persen Ca dan 0,41 persen Mg. Daun gamal jika dijadikan pupuk organik mempunyai kandungan nitrogen lebih tinggi (Jusuf, 2006), sehingga sangat cocok jika diaplikasikan pada tanaman yang menghasilkan bagian vegetative sebagai bagian tanaman yang dipanen.
            Tanaman sawi sebagai sayuran daun, dapat merupakan tanaman indikator yang mampu memberikan respons lebih baik serta kebutuhan haranya dapat terpenuhi oleh bentuk dan keragaman hara pupuk organik daun gamal tersebut. Keberadaan tanaman sawi sebagai salah satu komoditi sayuran sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan gizi masyarakat. Dikenal sebagai sumber protein, vitamin dan sebagainya yang sangat dibutuhkan tubuh. Tanaman sawi jika dipelihara dengan baik, dimana syarat tumbuh terpenuhi, maka dapat diperoleh produksi antara 10 sampai 15 ton ha-1 (Sunarjono, 2003). Untuk melihat sampai seberapa besar potensi daun gamal, telah dilakukan penelitian dengan menggunakan pupuk organik padat dari daun gamal pada beberapa tingkat dosis terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.
           

BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan di rumah kaca STPP Gowa dari Maret sampai dengan Juni 2006, untuk mempelajari seberapa besar dosis pupuk organik padat daun gamal (POPDG) yang dapat memberikan kontribusi hara yang mampu mendorong pertumbuhan tanaman secara optimal. Penelitian ini diawali dengan pembuatan POPDG dalam bentuk granular. POPDG dibuat melalui proses pengomposan terhadap daun kering yang dihancurkan selama 3 - 4 minggu. Hasil dekomposisi daun gamal tersebut selanjutnya dihaluskan dan dikeringanginkan sehingga diperoleh bentuk granular. POPDG yang telah jadi tersebut selanjutnya dicampur dengan tanah dalam pot sesuai dosis.
Pengujian potensi POPDG terhadap tanaman sawi menggunakan rancangan  acak kelompok yang diulang sebanyak 3 kali dengan 6 perlakuan masing-masing:
D0 = tanpa aplikasi POPDG;
D1 = aplikasi POPDG 2 ton ha-1;
D2 = aplikasi POPDG 4 ton ha-1;
D3 = aplikasi POPDG 6 ton ha-1;
D4 = aplikasi POPDG 8 ton ha-1; dan
D5 = aplikasi POPDG 10 ton ha-1.
Setiap unit percobaan menggunakan 6 pot plastik dengan diameter masing-masing 25 cm yang berisi 1 tanaman pot-1, sehingga total pot yang digunakan adalah 6 x 3 x 6 pot = 108 pot.
Pengamatan tanaman dilakukan setiap minggu terhadap parameter-parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap aktivitas fisiologi tanaman meliputi CO2 internal dan aksternal serta laju fotosintesa tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Pertumbuhan vegetatif tanaman sawi.
Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa untuk tinggi tanaman dan jumlah daun, dosis pupuk organik daun gamal (POPDG) optimal adalah 2 ton ha-1. Namun dilihat dari berat basah tanaman (Tabel 2), dosis optimal diperoleh pada perlakuan 6 ton ha-1. Tinggi, jumlah daun dan berat basah tanaman sawi pada berbagai dosis POPDG tertera pada Gambar 1 dan visual pertumbuhan tanaman pada Gambar 1 dan 2.
Pembahasan
1. Pertumbuhan vegetatif tanaman sawi.
Aplikasi POPDG pada berbagai dosis menghasilkan laju pertumbuhan tanaman sawi yang berbeda pada berbagai parameter yang diamati. Jumlah daun dan tinggi tanaman sawi yang optimal dicapai pada POPDG 2 ton ha-1, namun berat basah optimal pada 6 ton ha-1. Peningkatan berat basah tanaman sawi akibat perlakuan dosis POPDG masing-masing untuk dosis 2, 4, 6, 8 dan 10 ton ha-1 sebesar 90,59; 106,09; 173,92; 231,66 dan 186,63 persen.
Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pada dosis POPDG 2 ton ha-1, ketersediaan hara mampu menunjang pertambahan tinggi tanaman secara optimal, namun pada dosis tersebut tanaman sawi masih mempunyai berat basah minimal. Untuk mencapai berat basah yang optimal, tanaman masih membutuhkan banyak enersi maupun hara agar peningkatan jumlah maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memungkinkan adanya peningkatan kandungan
air tanaman yang optimal pula.
Dijelaskan oleh Loveless (1987) bahwa sebagian besar berat basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air. Menurut Gardner et. al. (1985) berat basah tanaman umumnya sangat berfluktuasi, bergantung pada keadaan kelembaban tanaman. Jumin (2002) menjelaskan bahwa besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan berhubungan langsung dengan proses fisiologi, morfologi serta faktor lingkungan. Ketersediaan unsur hara merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman (Gardner et al, 1985). Untuk hal tersebut, dibutuhkan lebih banyak unsur hara esensial yang tersedia dalam tanah yang dapat diperoleh melalui peningkatan dosis POPDG secara optimal yaitu 6 ton ha-1.

KESIMPULAN
1. Pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi.
2. Hasil terbaik yang dapat diperoleh pada penggunaan POPDG terhadap tanaman sawi adalah 6 – 8 ton ha-1.
3. Penggunaan POPDG dengan dosis lebih dari 8 ton ha-1, cenderung mengurangi laju pertumbuhan vegetative dan berat basah tanaman sawi.

4. Adanya kandungan senyawa-senyawa antinutrisi dalam daun gamal berpeluang membatasi potensinya sebagai pupuk organik padat.

No comments:

Post a Comment