ABSTRAK
Daun
gamal jika dijadikan pupuk organik mempunyai kandungan nitrogen tinggi sehingga
sangat sesuai jika diaplikasikan pada tanaman yang menghasilkan bagian
vegetatif sebagai bagian yang dipanen. Penelitian tentang potensi daun gamal
sebagai pupuk organik padat (POP) dilakukan di rumah kaca STPP Gowa sejak Maret
sampai Juni 2006. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok yang
diulang 3 kali dengan 6 perlakuan dosis POP daun gamal (POPDG) masing-masing D0
= tanpa POPDG, D1 = POPDG 2 ton ha-1; D2 = POPDG 4 ton ha-1; D3 = POPDG 6 ton
ha-1; D4 = POPDG 8 ton ha-1; dan D5 = POPDG 10 ton ha-1. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi
meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi. Hasil terbaik yang
dapat diperoleh pada penggunaan POPDG terhadap tanaman sawi adalah 6 – 8 ton
ha-1. Penggunaan POPDG dengan dosis lebih dari 8 ton ha-1, cenderung mengurangi
laju pertumbuhan vegetatif dan berat basah tanaman sawi. Adanya kandungan senyawa-senyawa
antinutrisi dalam daun gamal berpeluang membatasi potensinya sebagai pupuk
organik padat.
Kata
kunci : daun gamal, potensi, pupuk organik padat, antinutrisi.
PENDAHULUAN
Sistem
intensifikasi pertanian seperti yang selama ini dilakukan, telah mendorong intensitas
pemakaian pupuk kimia terus meningkat dari waktu ke waktu. Sejak awal
pelaksanaan sistem Bimas, diperkenalkan penggunaan pupuk kimia untuk tanaman
padi sawah misalnya dengan dosis yang hanya sekitar 50 – 70 kg ha-1. Dalam
rentang waktu kurang lebih 25 tahun, terjadi peningkatan dosis pupuk 5 – 6 kali
lipat dan hingga saat ini dosis penggunaan pupuk telah mencapai lebih dari 300
kg ha-1 (Aryantha dkk., 2002), sementara peningkatan produksi padi hanya
sebesar 50 persen (Sugito, 2002).
Keberhasilan
intensifikasi pertanian tersebut ternyata berdampak pada pengurasan potensi
lahan yang mengalami marginalisasi yaitu dengan makin banyaknya unsur hara yang
setiap tahun terangkut melalui panen, laju pelapukan bahan organik dipercepat
mengakibatkan tanah kehilangan daya adsorpsi hara. Pengelolaan kesuburan tanah
pada system ini hanya ditekankan pada penambahan pupuk anorganik secara
berlebihan tanpa adanya upaya menjaga kestabilan bahan organik dalam
mempertahankan kesuburan tanah. Klimaks dari teknologi pertanian masa lalu
tersebut adalah makin meluasnya areal lahan kritis. Menurut Djojohadikusumo
(1995), areal lahan kritis yang saat ini tersebar di Indonesia
diperkirakan
setiap tahun bertambah seluas 300.000 – 600.000 hektar, sebagai indikasi bahwa
usaha-usaha ke arah pelestarian lahan-lahan pertanian belum dilakukan secara
benar. Menyadari akan hal tersebut, telah diupayakan bentuk-bentuk teknologi
alternative untuk menekan penggunaan pupuk kimia, salah satunya dengan
memanfaatkan bahan maupun pupuk organik. Beberapa hasil penggunaan bahan organic
dalam kegiatan teknologi pertanian sebagaimana
dilaporkan oleh Arifin (2003) bahwa pada kondisi tanah dengan N total rendah, P
dan K sedang namun dengan nisbah C/N tergolong tinggi, aplikasi pupuk organik
sebanyak 2,25 ton ha-1 dengan aplikasi pupuk anorganik setengah dosis anjuran
dapat memperoleh hasil padi setara dengan dosis anjuran. Sementara Naswir
(2003) melaporkan bahwa penggunaan urine sapi yang difermentasi mampu
meningkatkan produksi tomat sebesar 21,43 persen.
Tanaman famili leguminoceae
merupakan jenis tanaman yang berpotensi sebagai sumber hara tanaman dalam
bentuk pupuk organik, salah satu diantaranya adalah Gamal (Gliricidia
sepium). Keunggulan tanaman ini dibandingkan jenis leguminoceae lain yang berbentuk
pohon adalah : 1) mudah dibudidayakan; 2) pertumbuhannya cepat; 3) produksi
biomassanya tinggi; serta 4) berpotensi sebagai tanaman konservasi khususnya
dalam sistem
budidaya
lorong (alley cropping). Selain itu sebagai jenis leguminoceae, gamal mempunyai
kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah, menyebabkan biomasa
tanaman ini mudah mengalami dekomposisi. Tanaman ini lebih mudah diperoleh dan
berpeluang untuk tersedia lebih banyak dalam lingkungan maupun lahan usahatani umumnya,
khususnya tanaman semusim dengan penataan lahan yang lebih baik dan teratur.
Kang et al., (1990 dalam Ibrahim (2002) melaporkan bahwa diperkirakan
jumlah unsur hara yang dapat didaurulangkan oleh sistem budidaya lorong setiap
tahun melalui biomasa bagian atas tanaman gamal rata-rata per ha adalah 165 kg
N, 14 kg P, 113 kg K. Dengan potensi yang cukup besar tersebut, memungkinkan
tanaman ini mampu mempertahankan kontinuitas produksi tanaman semusim khususnya
yang dibudidayakan secara alley cropping. Ibrahim (2002) memperlihatkan
bahwa ternyata dari daun gamal dapat diperoleh sebesar 3,15 persen N, 0,22
persen P, 2,65 persen K, 1,35 persen Ca dan 0,41 persen Mg. Daun gamal jika dijadikan
pupuk organik mempunyai kandungan nitrogen lebih tinggi (Jusuf, 2006), sehingga
sangat cocok jika diaplikasikan pada tanaman yang menghasilkan bagian vegetative
sebagai bagian tanaman yang dipanen.
Tanaman sawi sebagai sayuran daun,
dapat merupakan tanaman indikator yang mampu memberikan respons lebih baik
serta kebutuhan haranya dapat terpenuhi oleh bentuk dan keragaman hara pupuk
organik daun gamal tersebut. Keberadaan tanaman sawi sebagai salah satu komoditi
sayuran sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan gizi masyarakat. Dikenal sebagai
sumber protein, vitamin dan sebagainya yang sangat dibutuhkan tubuh. Tanaman
sawi jika dipelihara dengan baik, dimana syarat tumbuh terpenuhi, maka dapat
diperoleh produksi antara 10 sampai 15 ton ha-1 (Sunarjono, 2003). Untuk
melihat sampai seberapa besar potensi daun gamal, telah dilakukan penelitian
dengan menggunakan pupuk organik padat dari daun gamal pada beberapa tingkat
dosis terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.
BAHAN
DAN METODA
Penelitian
dilakukan di rumah kaca STPP Gowa dari Maret sampai dengan Juni 2006, untuk
mempelajari seberapa besar dosis pupuk organik padat daun gamal (POPDG) yang
dapat memberikan kontribusi hara yang mampu mendorong pertumbuhan tanaman
secara optimal. Penelitian ini diawali dengan pembuatan POPDG dalam bentuk
granular. POPDG dibuat melalui proses pengomposan terhadap daun kering yang
dihancurkan selama 3 - 4 minggu. Hasil dekomposisi daun gamal tersebut
selanjutnya dihaluskan dan dikeringanginkan sehingga diperoleh bentuk granular.
POPDG yang telah jadi tersebut selanjutnya dicampur dengan tanah dalam pot
sesuai dosis.
Pengujian
potensi POPDG terhadap tanaman sawi menggunakan rancangan acak kelompok yang diulang sebanyak 3 kali
dengan 6 perlakuan masing-masing:
D0
= tanpa aplikasi POPDG;
D1
= aplikasi POPDG 2 ton ha-1;
D2
= aplikasi POPDG 4 ton ha-1;
D3
= aplikasi POPDG 6 ton ha-1;
D4
= aplikasi POPDG 8 ton ha-1;
dan
D5
= aplikasi POPDG 10 ton ha-1.
Setiap
unit percobaan menggunakan 6 pot plastik dengan diameter masing-masing 25 cm
yang berisi 1 tanaman pot-1,
sehingga total pot yang digunakan adalah 6 x 3 x 6 pot = 108 pot.
Pengamatan
tanaman dilakukan setiap minggu terhadap parameter-parameter tinggi tanaman,
jumlah daun dan berat basah tanaman. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap
aktivitas fisiologi tanaman meliputi CO2
internal dan aksternal serta laju fotosintesa
tanaman.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Pertumbuhan
vegetatif tanaman sawi.
Berdasarkan
Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa untuk tinggi tanaman dan jumlah daun, dosis
pupuk organik daun gamal (POPDG) optimal adalah 2 ton ha-1. Namun dilihat dari
berat basah tanaman (Tabel 2), dosis optimal diperoleh pada perlakuan 6 ton
ha-1. Tinggi, jumlah daun dan berat basah tanaman sawi pada berbagai dosis
POPDG tertera pada Gambar 1 dan visual pertumbuhan tanaman pada Gambar 1 dan 2.
Pembahasan
1. Pertumbuhan
vegetatif tanaman sawi.
Aplikasi
POPDG pada berbagai dosis menghasilkan laju pertumbuhan tanaman sawi yang
berbeda pada berbagai parameter yang diamati. Jumlah daun dan tinggi tanaman
sawi yang optimal dicapai pada POPDG 2 ton ha-1, namun berat basah optimal pada
6 ton ha-1. Peningkatan berat basah tanaman sawi akibat perlakuan dosis POPDG
masing-masing untuk dosis 2, 4, 6, 8 dan 10 ton ha-1 sebesar 90,59; 106,09;
173,92; 231,66 dan 186,63 persen.
Berdasarkan
Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pada dosis POPDG 2 ton ha-1, ketersediaan hara
mampu menunjang pertambahan tinggi tanaman secara optimal, namun pada dosis
tersebut tanaman sawi masih mempunyai berat basah minimal. Untuk mencapai berat
basah yang optimal, tanaman masih membutuhkan banyak enersi maupun hara agar
peningkatan jumlah maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memungkinkan
adanya peningkatan kandungan
air
tanaman yang optimal pula.
Dijelaskan
oleh Loveless (1987) bahwa sebagian besar berat basah tumbuhan disebabkan oleh
kandungan air. Menurut Gardner et. al. (1985) berat basah tanaman umumnya
sangat berfluktuasi, bergantung pada keadaan kelembaban tanaman. Jumin (2002)
menjelaskan bahwa besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan berhubungan
langsung dengan proses fisiologi, morfologi serta faktor lingkungan.
Ketersediaan unsur hara merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat
menentukan laju pertumbuhan tanaman (Gardner et al, 1985). Untuk hal
tersebut, dibutuhkan lebih banyak unsur hara esensial yang tersedia dalam tanah
yang dapat diperoleh melalui peningkatan dosis POPDG secara optimal yaitu 6 ton
ha-1.
KESIMPULAN
1.
Pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi meningkatkan
pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi.
2.
Hasil terbaik yang dapat diperoleh pada penggunaan POPDG terhadap tanaman sawi
adalah 6 – 8 ton ha-1.
3.
Penggunaan POPDG dengan dosis lebih dari 8 ton ha-1, cenderung mengurangi laju
pertumbuhan vegetative dan berat basah tanaman sawi.
4.
Adanya kandungan senyawa-senyawa antinutrisi dalam daun gamal berpeluang
membatasi potensinya sebagai pupuk organik padat.
No comments:
Post a Comment