Wednesday, August 28, 2019

Manfaat limbah cair Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) pada pertumbuhan Kailan


PEMBERIAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP
PERTUMBUHAN KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala)

Kandungan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping  dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral (Pamin, 2006).
    Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia ataupun proses-proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan  limbah memerlukan biaya yang cukup besar di samping juga dapat mencemari lingkungan. Limbah yang dihasilkan pada setiap Pabrik Kelapa Sawit mempunyai karakteristik dan volume yang berbeda-beda, tergantung pada kualitas tandan yang diolah, sistem pengolahan dipabrik (Adnan, 2010).
    Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/ l. Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk anorganik. Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. . Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah di tetapkan (Rahardjo, 2009).
Limbah dari industri kelapa sawit meliputi padatan, cair dan gas. Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah cair PKS. Pada akhir pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos diayak dan dikemas (Hidayanto, 2010).
    Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) rata-rata mengandung BOD (Biologycal Oxygen Deman) 30.000-50.000 mg/l akan menjadi bahan pencemar apabila langsung dibuang kesungai. Keadaan tersebut dapat membahayakan habitat dan sejumlah biota sungai, tetapi bila dilihat dari kandungan bahan organik yang terdapat dalam limbah cair kelapa sawit maka limbah tersebut merupakan alternatif terbaik untuk mengantikan fungsi dari pupuk anorganik. Limbah cair mengandung unsur-unsur hara seperti N 450-590 mg/l, P 92-104 mg/l, K 1,246-1,262 mg/l dan Mg 249- 271 mg/l (Fadhli, 2014).
Kelebihan dan Kekurangan Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi sperti N, P, K, Mg, Ca, sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi pertumbuhan tanaman maupun alga yang bernilai ekonomis tinggi seperti spiruina dan chlorella. Selama ini pengolahan limbah cair kelapa sawit hanya berbasis pada pemenuhan standar bakunmutu limbah tanpa adanya pemanfaatan lebih lanjut terhadap nilai-nilai ekonomis yang mampu dihasilkan limbah tersebut (Krismawati dan Rizky, 2013).
Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pemupukan sekitar 50% – 60%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli perkebunan sawit di Indonesia, limbah cair pabrik kelapa sawit sudah diolah dengan proses anaerobik (BOD maksimal 5.000 mg/l) merupakan sumber air dan nutrisi bagi tanaman. Disamping itu limbah cair tersebut juga mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah, meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikro flora dan fauna tanah (Santoso, 2008).
Limbah cair pabrik kelapa sawit masih memiliki potensi sebagai pencemaran lingkungan karena berbau, berwarna, mengandung nilai COD, BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi. Apabila  limbah tersebut langsung dibuang ke badan penerima, maka sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem badan penerima (Nasution, 2004).
Limbah industri kelapa sawit seperti limbah cair berpotensi merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan baik, untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar akibat dampak  dari polusi yang ditimbulkan oleh limbah cair pabrik kelapa sawit. Sistem  pengendalian dampak lingkungan yang menyeluruh   dibutuhkan  dalam setiap  kegiatan manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian,  pelaksanaan dan pengawasan dalam pengelolaan limbah cair, langkah tersebut diikuti dengan minimalisasi limbah pada sumbernya (Santoso, 2008).
Hasil analisis pengolahan setiap 100% tandan buah segar (TBS) dalam pabrik kelapa sawit akan menghasilkan 21,5% tandan buah kosong, 22,5% CPO dan 56% merupakan limbah cair. Oleh karena limbah cair yang dihasilkan sangat besar maka apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah, karena limbah cair yang dikeluarkan oleh pabrik mempunyai karakteristik antara lain BOD dan COD yang tinggi (Budianta, 2004).
Manfaat Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) tidak dapat secara langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena dapat menurunkan kualitas lingkungan. Standar kualitas LCPKS mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 dengan kadar BOD sekitar 3000 – 5000 mg L-1 dan pH 6,5 – 7,5.  Pengolahan yang sering dilakukan di pabrik pengolahan   kelapa   sawit    terdiri  dari  pengolahan  pada  kolam  Fat  Pit,  kolam pembiakan, kolam pengasaman, kolam fakultatif dan bak pengontrol (Nursanti dkk, 2013).
Limbah cair umumnya berwarna kecoklatan, terdiri dari padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan COD tinggi, bersifat asam (pH nya 3,5 - 4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahan-bahan terlarut dan tersuspensi dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar berupa emulsi. Kandungan TSS limbah cair industri minyak sawit tinggi sekitar 1.330 – 50.700 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa limbah cair industri minyak sawit mengandung bahan-bahan organik yang tinggi (Ahmad dkk., 2011).
Limbah  pabrik  pengolahan kelapa sawit mempunyai kandungan hara yang dapat  dimanfaatkan  untuk  pertumbuhan tanaman. Limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung  unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca, sehingga  limbah  cair tersebut berpeluang  untuk  digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman, di samping  memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat  fisik–kimia  tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah (Widhiastuti dkk, 2006).
Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit. Kulifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500-5.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobic primer (Hidayanto, 2010).
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l. Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk anorganik. Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang (Rahardjo, 2009).
Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit
    Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral (Setiawan, 2014).
Pada prinsipnya konsep pemakaian limbah ke areal tanaman adalah pemanfaatan bukan pembuangan atau mengalirkan sewenang-wenang. Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman sangat tergantung pada kondisi dan luas areal yang tersedia maupun faktor jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri, jenis tanah dan kedalaman permukaan tanah, umur tanaman, luas lahan yang tersedia, dekat tidaknya dengan air sungai atau pemukiman penduduk (Pamin, 2006).
Pengaplikasian limbah cair ke areal perkebunan dilakukan dengan metode irigasi yaitu dengan flat bed sistem, furrow sistem, dan long bed sistem. Flat bed sistem digunakan untuk lahan dengan ketinggian relatif tidak sama atau terasering, Furrow sistem digunakan di area dimana kecuramannya lebih tinggi dan lebih rendah, dan long bed sistem digunakan untuk lahan dengan ketinggian sama atau rata dan tanah dengan permeabilitas rendah (Santoso, 2008).
Pemilihan tenik aplikasi tergantung pada kondisi topografi areal kebun. Teknik penyemprotan / sprinkler  dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya nozzle sprinkler oleh lumpur yang dikandung limbah cair tersebut. Di samping itu biaya sistem ini relatif mahal dan membutuhkan banyak tenaga (Pamin, 2006).

No comments:

Post a Comment