Perkebunan merupakan usaha
dari sektor pertanian yang banyak menghasilkan devisa. Tanaman kelapa sawit tumbuh menjadi komoditas
andalan pertanian dalam negeri. Sebut saja, minyak sawit mentah atau Crude Palm
Oil (CPO) produk kelapa sawit, memiliki andil sebagai sumber devisa.
Pertumbuhan kelapa sawit jauh melampaui komoditas lain seperti karet, teh,
kelapa atau kopi. Pada tahun 1997 ekspor CPO indonesia tercatat 2.98 juta ton
dengan nilai US$ 1.6 miliar, kemudian meningkat dua kali lipat pada 2002
menjadi 6.38 juta ton dengan nilai US$ 2.48 miliar.
Masalah gulma pada
perkebunan tanaman (karet, kelapa sawit, teh, kopi, kina) berbeda dengan
pertanian semusim (tebu, jagung). Pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan
pada perkebunan dengan pertanaman yang luas karena ada kaitannya dengan faktor
waktu yang terbatas, tenaga kerja dan biaya dibandingkan dengan pertanaman
semusim.
Kerugian yang ditimbulkan
akibat gulma di perkebunan kelapa sawit antara lain (1) pertumbuhan tanaman
kelapa sawit muda terhambat sehingga biaya pemeliharaan TBM meningkat, (2)
produksi TBS menurun karena kompetisi tanaman dengan gulma sehingga menyulitkan
kegiatan operasional kebun seperti pemupukan dan panen, (3) ancaman bahaya
kebakaran, serta (4) keberadaan gulma yang menempel pada pokok sawit akan
menyulitkan pengamatan jatuhnya brondolan sehingga terlambat panen.
Salah satu cara
pengendalian gulma dalam bidang yang paling banyak digunakan baik oleh
perkebunan besar ataupun petani kecil adalah pengendalian secara kimia dengan
herbisida.dari asal usulnya herbisida berasal dari kata kerba (gulma) dan sida
(membunuh, sehingga herbisida dapat diartikan sebagai zat kimia yang dapat
menekan pertumbuhan gulma bahkan mematikan gulma (Moenandir, 1993).
No comments:
Post a Comment