Belalang ( Valanga
nigricornis )
Sistematika hama Belalang menurut Wibowo dan Annisrien (2012)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Artropoda
Class : Insekta
Divisi : Endopterygota
Ordo : Orthoptera
Famili : Tettigonidae
Genus : Valanga
Spesies :
Valanga nigricornis
Hama
ini makan anak daun mulai dari pingggir ke bagian tengah. Kadang-kadang dimakan
sebagian atau sampai ke lidi. Bekas gigitan biasanya tidak rata. Serangan
berat, terlihat pada pelepah daun bagian bawah tinggal lidi saja. Telur. Bentuk
dan warna telur seperti buah padi masak (gabah). Telur yang baru diletakkan
sangat tipis dengan alur yang dalam kemudian embrio berkembang sehingga
membengkak. Telur berumur 2 hari, panjangnya 12 mm dan lebarnya 2 mm. Salah
satu ujung telur lancip dan lainnya bulat. Telur tua, panjangnya sampai 13 mm
dan lebarnya 3 mm. Lama stadium telur di Talaud 45 hari (Wibowo dan Annisrien. 2012)
Nimfa
yang baru ditetaskan, panjangnya 12 mm dan bentuknya sama dengan S. coriacea.
Antenanya halus seperti rambut dan panjangnya sampai 9 cm. Nimfa muda dan tua
berwarna hijau, tetapi kadang-kadang berwarna coklat (gambar 1). Panjang nimfa
jantan tua sampai 6 cm dan panjang antena 14 cm dan sudah terlihat bakal
sayapnya. Lama stadium nimfa adalah 108 hari (Wibowo dan Annisrien. 2012).
Belalang
dewasa (Imago). Imago berwarna hijau, antena merah muda dan matanya abu-abu.
Alat peletak telur (ovipositor) berwarna hijau pada bagian pangkalnya yaitu
sepertiga dari panjang ovipositor, sepertiga lagi berwarna kemerahan dan bagian
ujungnya berwarna hitam (Wibowo dan Annisrien. 2012)
Daur
hidup S. nubila, mulai telur diletakkan sampai imago meletakkan telur
183 hari. Imago betina turun ke bawah pada malam hari untuk bertelur kemudian
memanjat lagi pohon kelapa. Imago betina mulai melatakkan telur setelah berumur
sekitar satu bulan. Imago Sexava spp. tidak dapat terbang jauh, oleh
karena itu serangga tersebut hanya terdapat ditempat itu saja dan hampir tidak
berpindah tempat. Hama ini melakukan aktivitas pada malam hari baik aktivitas
makan dan berkopulasi. Walaupun demikian, dari hasil pengamatan di laboratorium
(insektarium), ternyata hama S. nubila dapat berkopulasi pada
siang hari antara jam 9.00-11.00 pagi (Wibowo dan Annisrien. 2012).
Gejala
Serangan
Belalang (Valanga nigricornis (Orthoptera:
Acridiidae)) memakan bagian daun, daun menjadi berlubang-lubang atau menyisakan
tulang daun dan urat-urat daun. Akibat serangan belalang, daun menjadi berwarna
kuning kecoklat dan akhirnya kering (Gambar 2). Belalang dewasa biasanya muncul
bersama-sama, mengakibatkan kerusakan pada tanaman (Effendi, 2009).
Pengendalian
Pengendalian Secara Kultur Teknis
Kultur
teknis dapat dilakukan dengan membersihkan segala sesuatu yang menjadi tempat
berkembang biak hama. Untuk Sexava spp., membersihkan tanah atau dengan
pembuatan bobokor sejauh 2 meter dari pangkal batang untuk menghindari betina
meletakkan telur, pembabatan gulma dan tanaman yang dapat menjadi inang
alternatif dan tempat berkembang biaknya penanaman tanaman penutup tanah (cover
crops) terutama pada lahan datar, cotohnya tanaman kacang-kacangan,
umbi-umbian, jagung, padi gogo. Hal ini dilakukan untuk menekan populasi telur
yang diletakkan di tanah dan diharapkan dapat menjadi tempat berkembang biak
predator dan parasitoid sehingga dapat mempertinggi daya mangsa atau daya
parasit musuh alami tersebut (Wibowo dan Annisrien. 2012).
Pendendalian Secara Mekanis
Pengendalian secara mekanis dapat
dikategorikan ke dalam penerapan kultur teknis, yaitu dengan dengan mencari
semua stadia, baik telur, nimfa (5 instar) maupun imago, kemudian dimusnahkan.
Sebaiknya dilakukan secara massal, secara periodik dan berkesinambungan pada
seluruh lokasi serangan. sehingga dapat menangkap nimfa dan imago yang lewat
pada batang (Wibowo
dan Annisrien. 2012).
Pengendalian Secara Biologi
Konservasi
dan augmentasi musuh alami dilakukan untuk menurunkan populasi Di Indonesia
(Ambon dan Bangkurung), telah ditemukan serangga trichogrammatid (Doirania
leefmansia Wat.) yang berpotensi sebagai parasitoid telur Sexava spp.
Di Ambon dan Halmahera, ditemukan Tertrastichus dubius Wat. sebagai
parasitoid telur Sexava spp. Prosapegus atrellus Dodd., ditemukan
di Irian dekat dengan Sarmi-Bonggo mampu memarasit telur Sexava spp.
yang diletakkan ditanah hingga 60%. Predator antara lain: semut rang-rang (Oecophylla
smaragdina), laba-laba, burung dan katak hijau. Pemanfaatan jamur entomopatogen
seperti Verticillium sp. yang telah diaplikasikan di Maluku Utara
memiliki rata-rata daya infeksi sebesar 10,92% (Wibowo dan Annisrien. 2012).
Pengendalian
Secara Kimia
Masalah yang amat penting dalam
PHT adalah dalam menetapkan saat pengendalian dengan menggunakan pestisida.
Pengendalian dengan menggunakan insektisida secara berjadwal agar sangat
dihindari. Aplikasi insektisida harus ditetap-kan dengan pedoman ”bila perlu”.
Perlakuan hanya didasarkan pada bilamana diperlukan dan tepat waktu. Penggunaan
pestisida yang lebih efisien dapat dihasilkan melalui penetapan waktu aplikasi
yang hati-hati yang didasarkan pada perbaikan teknik monitoring populasi OPT
dan perkembangan tanaman (Wibowo dan Annisrien. 2012)
No comments:
Post a Comment