PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
merupakan tanaman berdaun lebar, berasal dari Amerika Utara dan Selatan, dan
tanaman ini termasuk kedalam famili Solanaceae. Pada umumnya daun tembakau dimanfaatkan untuk membuat rokok
dan
cerutu. Selain itu juga digunakan sebagai bahan utama insektisida karena mengandung zat alkaloid
nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada
serangga. Hasil penelitian terbaru ternyata tanaman ini dapat menghasilkan protein
anti-kanker yang berguna bagi penderita kanker. Tanaman ini dimanfaatkan
sebagai reaktor penghasil protein Growth Colony Stimulating Factor (GCSF), suatu hormon yang menstimulasi produksi darah.
Selain protein anti kanker, GSCF juga dimanfaatkan sebagai stimulan
perbanyakan sel tunas (stem cell), dapat dikembangkan untuk memulihkan
jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak (Arief, 2007).
Sebagai salah satu sumber pendapatan
negara, tembakau mempunyai nilai ekonomi yang cukup
penting karena menyumbang pendapatan negara melalui cukai. Di Indonesia,
tembakau cerutu berkualitas ekspor berasal dari Sumatera, dikenal dengan nama
tembakau deli yang khusus digunakan sebagai pembalut cerutu (Erwin dan
Suyani, 2000).
Tembakau deli sangat spesifik lokasi, hanya dapat
dibudidayakan di Sumatera Utara tepatnya diantara Sungai Wampu dan Sungai
Ular. Ditanam pada awal musim kemarau dan untuk dapat tumbuh baik memerlukan
air yang cukup. Adanya fenomena pemanasan global menyebabkan musim kemarau
panjang sehingga
lingkungan menjadi kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman ini dan
mengakibatkan bergesernya waktu tanam. Varietas-varietas tembakau deli yang dibudidayakan selama
ini seperti Deli-4 dan F1-45 sangat peka terhadap cekaman kekeringan.
Kekurangan air menyebabkan rendahnya kualitas daun tembakau. Naif (2007)
melaporkan dari tahun ke tahun produksi tembakau deli terus menurun, pada tahun
2007 tembakau deli yang dilelang hanya 1,675 bal sedangkan kebutuhan
dunia 3.000 bal. Berarti hanya setengah saja kebutuhan dunia terpenuhi.
Rendahnya nilai lelang tembakau deli disebabkan oleh faktor lingkungan seperti
hujan dan panas sehingga mempengaruhi kualitas.
Air merupakan salah satu faktor pembatas
bagi partumbuhan dan produksi, mempengaruhi
penampilan morfologi, anatomi dan fisiologi tanaman terutama daun (Sutoro et
al., 1999). Sebagai bahan pembungkus cerutu, tembakau deli yang diinginkan adalah
berdaun lebar, tipis dan elastis, sedangkan kekurangan air menyebabkan luas
daun menjadi lebih sempit dan tebal. Karakter morfologi umum untuk menduga
tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat dike tahui
dengan mengamati perkembangan perakaran yang dapat
digunakan untuk membedakan tanaman tahan atau peka (Chairani et
al., 2007).
Toleransi tanaman terhadap kekeringan
timbul akibat meningkatnya kemampuan tanaman
untuk menghindari pengaruh langsung dari kekeringan dengan jalan meningkatkan
luas penyerapan air melalui sistem gabungan antara akar tanaman dan
mikoriza. Hifa eksternal pada mikoriza masih mampu menyerap air pada pori-pori
mikro tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan menyerap air.
Selain itu, penyebaran hifa ekternal didalam tanah sangat luas sehingga dapat
mengambil air relatif lebih banyak dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza
(Abdullah et al., 2005 ; Mawardi
dan Djazuli, 2006) .
Selama ini belum ditemukan varietas
tembakau deli yang adaptif terhadap cekaman kekeringan,
untuk meningkatkan toleransi tembakau deli terhadap cekaman kekeringan,
salah satu alternatifnya adalah menginokulasinya dengan mikoriza. Perluasan
bidang setiap hara dan air pada tanaman bermikoriza akan membantu tanaman
beradaptasi pada kondisi kekeringan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli
Menurut
Padmo dan Djatmiko (1991), spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia
ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis, di mana persebaran geografis
sangat mempengaruhi cara bercocok tanam serta spesies, varietas yang
diusahakan, dan mutu yang dihasilkan. Klasifikasi tanaman tembakau dalam sistematika tumbuhan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Nicotiana L.
Spesies : N. tabaccum, N. Rustica
Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang
tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75 cm,
sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau
juga memiliki bulubulu akar. perakaran akan berkembang baik jika tanahnya
gembur, mudah menyerap air, dan subur (Matnawi,
1997).
Tanaman Tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak
lunak tetapi kuat, makin ke ujung, makin kecil. Ruas-ruas batang mengalami
penebalan yang ditumbuhi daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang.
Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak
daun, diameter batang sekitar 5 cm (Matnawi, 1997).
Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau
bulat, tergantung pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya
meruncing, sedangkan yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki
tulang-tulang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan
atas daun terdiri atas lapisan palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada
bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar 28- 32 helai (Matnawi, 1997).
Bakal buah
tembakau terletak diatas dasar bunga dan mempunyai 2 ruang yang membesar,
setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali. Bakal buah ini
dihubungkan oleh sebatang tangkai putih dengan sebuah kepala putik diatasnya (Padmo dan Djatmiko, 1991).
Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran yang
kecil, didalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Dalam setiap
gram biji berisi 12000 butir biji. Tiap-tiap tembakau dapat menghasilkan
rata-rata 25 gram biji. Kira-kira 3 minggu sesudah pembuahan buah tembakau
telah jadi masak (Padmo dan Djatmiko, 1991).
Biji dari buah tembakau yang baru dipungut kadang-kadang
belum dapat berkecambah bila disemaikan sehingga biji tembakau perlu mengalami
masa istirahat atau dormansi. Kira-kira 2-3 minggu untuk dapat berkecambah,
untuk dapat memperoleh kecambah yang baik sekitar 95% biji yang dipetik harus
sudah masak dan telah disimpan dengan baik dengan suhu yang kering (Padmo dan Djatmiko, 1991).
Syarat
Tumbuh
Iklim
Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim
yang kering ataupun iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda
lokasi tanaman tembakau dapat merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga
berpengaruh terhadap mengering dan mengerasnya tanah yang dapat menyebabkan
berkurangnya kandungan oksigen di dalam tanah (Matnawi, 1997).
Untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan
rata-rata 2.000 mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan
ratarata 1.500-3.500 mm/tahun (Matnawi, 1997).
Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena
itu lokasi untuk tanaman tembakau sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu
tanam disesuaikan dengan jenisnya (Matnawi, 1997).
Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau
berkisar antara 21-32,30 C. Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah
ataupun di dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang
paling cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl (Matnawi, 1997).
Tanah
Tanah yang dikehendaki oleh tanaman tembakau adalah tanah
yang gembur, remah, dan mudah mengikat air. Selain itu lahan yang baik untuk
tanaman tembakau adalah yang memiliki tata air dan udara yang baik sehingga
dapat meningkatkan drainase. Hal ini disebabkan karena tanaman tembakau yang
sangat peka terhadap air yang menggenang. Tanah yang optimal bagi tanaman
tembakau adalah yang memiliki pH 5 – 6 (Matnawi, 1997).
BUDIDAYA
TEMBAKAU DELI
Budidaya
Tembakau Deli
Budidaya
Masa Prapanen
a.
Pembibitan
Langkah pertama dalam
pembibitan adalah mengadakan benih yang bermutu dari varieatas unggul. Benih
yang bermutu dan varietas unggul dapat menentuka hasil tembakau. Varietas
unggul tembakau dapat diperoleh dari tetua-tetua yang memiliki sifat-sifat yang
unggul.
Dengan telah lamanya
pengembangan tembakau di Indonesia (1860), (de Jonge, 1989) maka diperkirakan
Indonesia telah memiliki plasma nutfah yang besar sebagai sumber genetik untuk
melakukan pemuliaan tanaman. Kelemahan-kelemahan varietas yang ada terhadap
lingkungan marginal seperti hama dan penyakit, kekeringan, kemiskinan unsur
hara dan kemasaman tanah dapat diatasi dengan memberdayakan berbagai ragam genetik
dalam plasma nutfah yang ada.
Pada prinsipnya pembibitan tembakau dapat dilakukan secara
bedengan dengan hasil bibit tembakau cabutan atau sistem polybag dengan hasil
bibit dalam polybag. Kegiatan pembibitan tembakau terdiri dari persiapan benih,
pemilihan tempat pembibitan, pembuatan bedengan, penaburan benih, pemeliharaan,
seleksi dan pemindahan bibit.
1)
Benih
Benih
tembakau sangat kecil dengan indeks biji 50 – 80 mg/1 000 biji atau setiap gram
mengandung 13000 butir benih, dengan demikian untuk dapat menyebar secara
merata di atas bedengan tidak dapat disebarkan secara langsung. Benih yang
digunakan untuk pembibitan harus dipersiapkan dari areal khusus pembibitan dan
diseleksi secara tepat. Benih harus memiliki daya kecambah lebih dari 80 %.
Benih
merupakan sarana produksi yang menentukan hasil tembakau karena setiap benih
memiliki sifat genetik dan morfofisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Benih haruslah memiliki kemurnian yang tinggi tidak tercampur
benih rusak, kotoran ataupun biji gulma, daya kecambah di atas 80 % dan bebas
hama dan penyakit. Dengan demikian untuk pengadaan benih harus diseleksi dari
pohon induk ataupun proses pemuliaan yang benar serta teknologi produksi benih
yang memenuhi standar sehingga diperoleh benih unggul dan bermutu.
Untuk
pengadaan benih tersebut diperlukan sarana prasarana yang memadai serta sumber
daya manusia yang memahami pemuliaan dan produksi benih. Untuk itu pengadaan
benih haruslah dikelola secara profesional baik oleh instansi terkait (seperti
Balitas Malang dan Badan Penangkar Benih) dan swasta yang berkecimpung dalam
industri tembakau. Sebagai contoh kasus Balitas Malang telah menghasilkan
beberapa varietas unggul tembakau beserta sistem produksi benihnya. Contoh yang
lain adalah untuk petani tembakau binaan PT. BAT Indonesia Tbk memperoleh benih
yang dihasilkan secara standar produksi benih oleh PT. BAT Indonesia Tbk di
Bali. Hasil dari benih ini adalah : keseragaman tanaman, vigor tanaman tinggi
yang diawali oleh daya kecambah yang tinggi. Sedangkan contoh kasus petani
Temanggung yang menggunakan benih hasil panen sendiri terdapat banyak kelemahan
seperti daya kecambah serta produksi yang rendah.
2)
Pesemaian
Bedengan
Kegiatan
pertama adalah pemilihan lahan untuk pembibitan dengan kriteria : dekat dengan
areal pertanian, dekat dengan sumber air, tanahnya gembur subur dan mudah
diolah, lahan terbuka terhadap sinar matahari, bebas dari tanaman famili
Solanaseae pada pertanaman sebelumnya dan bebas dari gangguan hewan peliharaan.
Pengolahan
Tanah pesemaian bedengan dilakukan 30 – 35 hari sebelum penaburan benih.
Pengolahan tanah ini harus sudah dilakukan
70 – 80 hari sebelum tanam agar bibit siap salur pada waktu tanam,
karena umur bibit tembakau siap salur adalah 40 – 45 hari. Pengolahan tanah
terdiri dari pembajakan I dan pembajakan II dengan interval 1 sampai 2 minggu
dan dengan kedalaman bajak 30 – 40 cm. Bedengan dibentuk dengan arah timur
barat yang berukuran lebar 1 m panjang 5 m tinggi 30 cm dan jarak antar
bedengan 75 – 100 cm.
Penaburan
Benih dilakukan setelah bedengan semai siap tanam. Sebelum penaburan benih
dilakukan pemupukan dasar dengan dosis
0,5 – 1 kg pupuk NPK/m2, 3 sampai 4 hari sebelum sebar. Benih tembakau
dapat disebar di bedengan dengan perendaman atau tanpa rendaman sebelumnya.
Perendaman benih dapat dilakukan selama 48 jam sebelum sebar. Penaburan benih
dapat dilakukan dengan gembor berisi air ditambah sabun sebagai pendispersi
agar benih tidak mengumpul. Penyebaran benih tanpa perendaman dapat dilakukan
dengan mencampur benih dengan abu atau pasir halus agar merata.
Pembibitan
perlu diberi naungan untuk melindungi benih dari cahaya matahari konstruksi
atap naungan terbuat dari bambu berbentuk setengah lingkaran memanjang
sepanjang bedengan. Naungan dapat digunakan plastik Polyetilen berukuran 5,2 m
x 1,2 m x 0,5 m. Plastik Polyotilen (atap) dapat dibuka dari pukul 07.00 sampai
10.30 pada saat bibit berumur 15 – 20 hari, pukul 07.00 – 12.00 pada saat umur
bibit 20 – 28 hari dan satu hari penuh setelah umur bibit 28 hari.
Di
atas benih perlu dihamparkan mulsa dari potongan jerami berukuran ± 25 cm.
Mulsa tersebut berfungsi untuk mencegah benih berpindah pada saat penyiraman
atau saat hujan, melindungi kecambah dari matahari dan mengurangi penguapan
serta mencegah kerusakan permukaan bedengan.
Pemeliharaan
pembibitan meliputi penyiraman, pemupukan, pengaturan naungan, penjarangan
mulsa, penyiangan, penjarangan tanaman, pengendalian hama dan penyakit dan
seleksi bibit. Penyiraman pada pembibitan harus dilakukan secara intensif untuk
memperoleh pertumbuhan bibit yang baik. Waktu dan volume penyiraman pada
pembibitan seperti tertera pada tabel berikut.
Waktu dan Volume
Penyiraman pada Pembibitan Tembakau
No
|
Waktu Penyiraman (HSS)
|
Frekuensi
|
Volume (l/m2)
|
1.
|
0 – 7
|
3 – 4 kali/hari
|
4.2 – 5.6
|
2.
|
7 – 20
|
2 – 3 kali/hari
|
2.8 – 4.2
|
3.
|
20 – 30
|
1 – 2 kali/hari
|
1.4 – 2.8
|
4.
|
30 – 35
|
1 kali/minggu
|
1.5
|
Keterangan : HSS = Hari Setelah Sebar
Sumber : Standar kultur Teknis PT. BAT Indonesia
Klaten
Pemupukan bedengan semai dilakukan 3-4 hari sebelum penaburan
benih. Dosis pemupukan adalah 35 g ZA, 100 g SP-36 dan 20 g ZK per m2 bedengan.
Atau dapat digunakan pupuk majemuk NPK dengan dosis 0.1 – 1 kg/m2 bedengan.
Pupuk ditabur merata di atas bedengan dan dicampur dengan lapisan tanah atas.
Hama dan penyakit yang sering menyerang pembibitan adalah
ulat daun, ulat pucuk, ulat tanah dan penyakit rebah kecambah Phytium spp.
Contoh jadwal penyemprotan insektisida dan fungisida pada pembibitan tembakau
seperti tersaji pada tabel berikut.
Jadwal
Penyemprotan Insektisida dan Fungisida di Pembibitan Tembakau
No
|
Umur Bibit (hari)
|
Volume Air (l/ha)
|
Insektisida
|
Fungisida
|
1
|
14
|
500
|
Fastac atau Decis
|
Benlate
|
2
|
17
|
500
|
Fastac atau Decis
|
Benlate
|
3
|
20
|
500
|
Fastac atau Decis
|
Topsin atau
Orthocide
|
4
|
23
|
600
|
Fastac atau Decis
|
Topsin atau
Orthocide
|
5
|
26
|
600
|
Azodrine atau
Gusadrin
|
Topsin atau
Orthocide
|
6
|
29
|
700
|
Fastac atau Decis
|
Benlate
|
7
|
32
|
800
|
Fastac atau Decis
|
Topsin atau
Orthocide
|
8
|
36
|
900
|
Azodrine
|
Topsin atau
Orthocide
|
9
|
38
|
1000
|
Azodrine
|
Benlate
|
10
|
41
|
1500
|
Fastac/Decis/Gusadrin
|
Benlate
|
Sumber
: Arsip Kebun Wedi Birit, (1998)
Penjarangan bibit (reseting) perlu dilakukan untuk
menghindari kelembaban yang berlebihan karena bibit terlalu padat yang dapat
menimbulkan serangan penyakit rebah kecambah atau lanas. Disamping itu
penjarangan juga diperlukan agar bibit tidak mengalami etiolasi dan tidak
terjadi persaingan unsur hara sehingga bibit tumbuh dengan vigor seragam.
Reseting dilakukan pada umur 21 hari.
Seleksi bibit dilakukan tiga kali yaitu pada umur 10 – 13
hari, 20 – 23 hari dan 33 hari. Bibit siap salur memiliki kriteria umur 38 – 40
hari, tinggi bibit 10 – 12 cm, diameter batang 0,8 – 1 cm, jumlah daun 5 -6
lembar, warna daun hijau dan tanaman sehat. Pencabutan bibit dilakukan pada
pagi atau sore hari dengan menyiram bedengan sebelumnya. Pencabutan dilakukan
dengan menyatukan daun yang telah sempurna.
b.
Pengolahan
Tanah
Pengolahan tanah ditujukan untuk
memberi kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman tembakau,
sehingga sistem perakaran berkembang baik dan mampu menyerap air serta unsur
hara dalam jumlah yang cukup untuk menunjang pertumbuhan yang terjadi dalam
waktu singkat. Guna memperoleh perakaran yang baik pengolahan tanah harus
mencapai kedalaman olah lebih dari 30 cm, disamping upaya lain kearah
terbentuknya struktur tanah yang remah.
Untuk lahan bekas sawah pekerjaan
pertama adalah membersihkan jerami kemudian dilanjutkan dengan pembuatan got
keliling untuk mengeringkan lahan dan sebagai saluran irigasi di areal
pertanaman tembakau. Selanjutnya dilakukan pembajakan pertama dan dilanjutkan
bajak ke-dua dengan arah memotong bajak pertama. Gebrus total dilaksanakan
sesudah jarak tanam yang digunakan ditentukan. Gebrus total dilakukan dengan
cara menarik tanah lapisan atas dan mencangkul tanah lapisan bawah sedalam 30
cm untuk menutup lubang dibelakangnya. Gebrus total bertujuan untuk menembus
lapisan olah dan oksigen tanah. Selanjutnya dilakukan bajak 3 dan bajak 4 serta
penghancuran tanah yang masih berupa bongkahan. Guludan yang tinggi menentukan
keberhasilan tanaman tembakau karena berhubungan dengan drainase dan pemupukan.
Pengolahan tanah dilakukan 70 hari
sebelum penanaman dimana H-70 dilakukan pembersihan jerami, H-60 pembuatan got
keliling, H-55 pembajakan 2, H-40 pembajakan 3, H-30 pembajakan 4, H-25
pembersihan rumput di pematang dan H-15 dilakukan bajak siap tanam.
c.
Penanaman
1) Jarak Tanam dan
Populasi Tanam
Tembakau deli Temanggung Jarak tanam digunakan 100 cm x
50cm (jarak tanam pagar ganda) atau 100 cm x 75 cm. Populasi tanaman berkisar
antara 11.000 hingga 18.000 batang/ha.
Tembakau deli Madura ditanam dengan populasi berkisar
antara 20.000 sampai dengan 33.000
tanaman/ha. Jarak tanam yang paling baik adalah 100 cm x 50 cm atau 100 cm x 45
cm dengan populasi tanaman 33.000 tanaman /ha.
2) Musim Tanam dan Penanaman
Tembakau deli ditanam pada bulan Maret-April.Untuk menjamin
pertumbuhan tanaman yang seragam dilakukan seleksi bibit yang akan ditanam.
Penyiraman pada waktu penanaman dapat dilakukan sebelum atau setelah penanaman.
Untuk mencegah serangan hama pada bibit yang baru ditanam di sekitar lubang
tanam diaplikasikan Furadan 3G dengan dosis 2 gram/lubang tanam.
Waktu tanam sebaiknya dilakukan pada sore hari (pukul 14.00
– 17.00) untuk menghindari kelayuan bibit karena terik sinar matahari. Cara
penanaman diusahakan agar akar bibit tidak terlipat dan patah. Penanaman
dilakukan dengan tangan sedalam 4 cm kemudian tanah ditekan agar pangkal batang
dan akar melekat dengan tanah.
Penyiraman sebanyak 1 liter/lubang tanam dilakukan setelah
penanaman setiap pagi dan sore sampai tanaman “nglilir” (mulai tumbuh).
Penyulaman dilakukan mulai umur 3 hari sampai umur 10 hari setelah tanam, bibit
diambil dari cadangan bibit yang ditanam diantara barisan tanaman.
d.
Pemeliharaan Tanaman dalam Budidaya Tembakau
1) Pendagiran/pembumbunan
Pendangiran dimaksudkan untuk memperbaiki susunan udara tanah, memudahkan
perembesan air, mengendalikan gulma dan memperbaiki guludan. Pendangiran
dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar tanaman yang berada pada
kedalaman 30 cm – 40 cm di dalam tanah. Pendangiran dilakukan 3 – 4 kali
tergantung pada kondisi tanah pada lahan dan gulma. BAT di Klaten misalnya
melakukan pendangiran sebanyak 4 kali yaitu pada 1 sampai 14 HST 30 – 35 HST,
45 – 55 HST dan 80 – 85 HST. Pendangiran umumnya dilakukan setelah pengairan.
2)
Pemupukan
Pemupukan
pada tanaman tembakau ditujukan untuk memenuhi unsur hara sehingga tanaman
dapat menghasilkan krosok yang tinggi baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk
menghasilkan 2.000 kg krosok/ha tanaman tembakau menyerap unsur hara seperti
tertera pada tabel berikut.
Jumlah
Unsur Hara yang Terserap Oleh Tanaman Tembakau untuk Menghasilkan 2.000 kg
krosok/ha.
Unsur Hara Tanaman
|
Kg/ha
|
N
|
70
|
P
|
12
|
K
|
80
|
Ca
|
55
|
Mg
|
22
|
S
|
18
|
B
|
0,07
|
Mn
|
0,7
|
Fe
|
Sedikit
|
Zn
|
Sedikit
|
Cu
|
0,04
|
Mo
|
Sedikit
|
Sumber : McCants dan Woltz (1967)
Dosis pupuk yang diterapkan sangat beragam tergantung pada tanah
teknologi, jenis tembakau dan kemampuan pendanaan. Tembakau Deli Temanggung :
Pemupukan yang diterapkan petani : 600 kg ZA, 100 kg TSP dan pupuk kandang
sekitar 17-22,5 ton/ha. Tembakau Madura : 200 kg ZA/ha, 100 – 120 kg SP36/ha dan 5 ton pupuk
kandang/ha.
3)
Pemangkasan
Pada
tanaman tembakau dikenal 2 macam pemangkasan yaitu : topping (pangkas pucuk)
dan suckering atau pembuangan tunas samping (wiwil). Pangkas pucuk maupun wiwil
pada tanaman tembakau bertujuan untuk menghentikan pengangkutan bahan makanan
ke mahkota bunga atau kekuncup tunas sehingga hasil foto sintesis dapat
terakumulasi pada daun sehingga diperoleh produksi krosok dan kualitasnya yang
tinggi. Pangkas pucuk dan wiwil biasanya dilakukan secara manual. Pangkasan
pucuk dilakukan pada saat button stage atau saat daun berjumlah 20 helai di
atas daun bibit. Pangkasan wiwil dilakukan 3 sampai 5 hari sekali pada saat
panjang tunas samping sekitar 7 cm. Wiwil dilakukan sampai panen berakhir.
Pangkasan wiwil saat ini sudah dapat dilakukan dengan bahan kimia (sucrisida)
Hyline 715. Penggunaan sucrisida memberikan hasil yang lebih baik.
Panen
Panen dilakukan secara bertahap, pemetikan daun sebanyak 5 –
8 kali tergantung kemasakan dan jumlah daun. Saat panen biasanya dimulai
apabila sudah ada berita tentang dimulainya pembelian tembakau deli oleh pabrik
rokok atau gudang mulai buka. Panen daun tembakau dilakukan 10 – 15 hari
sebelum awal pembelian tembakau deli. Pemetikan daun dimulai dari bawah,
dipetik 2 – 3 lembar daun setiap kali petik. Daun yang siap panen ditandai oleh
perubahan warna daun, dari hijau menjadi kuning kehijauan, warna tulang daun
putih/hijau terang, tepi daun mengering, permukaan daun agak kasar dan tangkai
daun mudah dipatahkan. Waktu panen pagi hari setelah embun menguap sampai siang
hari. Apabila waktu panen turun hujan, maka daun yang cukup matang segera
dipetik atau ditunda 6-8 hari. Daun yang telah dipetik segera diproses atau
diolah menjadi tembakau deli. Pengolahan tembakau deli terdiri dari 3 tahap
kegiatan, yaitu Pemeraman, pedeli dan penjemuran.
Pasca Panen
Sebelum diperam, daun tembakau disortasi agar diperoleh daun
hijau yang ukurannya seragam. Pemeraman dilakukan dengan cara mengatur daun,
yaitu didirikan di rak pemeraman. Lamanya pemeraman tergantung dari posisi daun
pada batang. Daun koseran ( daun bawah), lama pemeraman 1-2 malam (24 – 48 jam)
dengan warna daun peraman hijau-kekuningan. Daun tengah memerlukan waktu
peraman 3 – 5 malam (72-120 jam) dengan warna peraman hijau kekuningan sampai
kuning merata. Sedangkan daun tengah yang tebal dan daun atas memerlukan waktu
peraman 4 – 7 malam (96 – 168 jam) dengan warna daun peraman kuning merata
sampai kuning kemerahan.
Setelah daun tembakau diperam, selanjutnya dilakukan pedeli.
Pedeli dimulai pada tengah malam sampai pagi dengan tujuan hasil deli dapat
segera dijemur pada pagi harinya. Tebal irisan (deli) daun tembakau temanggung
antara 1.5 mm – 2.0 mm, pisau yang digunakan untuk merajang harus selalu tajam
agar hasil delinya baik dan seragam. Setelah daun tembakau dirajang, kemudian
tembakau deli dicampur merata (digagrak) dan diratakan di atas “widig” atau
“rigen” untuk dijemur.
Penjemuran hasil deli harus kering dalam 2 hari, tergantung
panas matahari. Pada hari pertama deli di balik apabila lapisan atas sudah
cukup kering, pekerjaan ini dilakukan kira-kira pukul 10.00 – 11.00. Pada malam
harinya, deli diembunkan untuk memperoleh warna hitam. Pada hari kedua,
penjemuran dimulai pada siang hari sampai deli tembakau lemas kembali. Setelah
deli tersebut kering, kemudian dimasukkan kedalam keranjang bambu. Di dalam
satu keranjang berisi tembakau deli yang sama mutunya. Selanjutnya tembakau
deli siap dijual ke “gudang perwakilan pabrik rokok” atau kepada “tengkulak
pengumpul”.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tembakau
merupakan komoditi perkebunan penting sebagai penghasil devisa dan sumber
pendapatan usahatani.
2. Tembakau deli sangat unik, dimana hanya terdapat di
sumatera utara saja, karena angin bahorok yang menjadikan perbedaan tanaman
ini.
3. Budidaya Tembakau deli pada umumnya hampir sama dengan
tembakau yang lain, yang berbeda adalah hanya pada lokasi budidaya nya.
4. Permasalahan
budidaya pada tembakau deli adalah dari aspek pengendalian hama dan penyakit.
Selain itu tanaman tembakau ini sangat sensitif terhadap cuaca.
5. Permasalahan
dari segi sosial ekonomi yaitu terutama adanya tekanan dari pihak-pihak anti
rokok, industri hilir tembakau terbatas pada rokok, dan pengusahaan tembakau
rakyat yang sangat kecil (rata-rata 0,25 ha)
Saran
Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan
pertanian tembakau deli, baik dari segi penerapan teknologi pada sistem
budidaya maupun pemasaran hasil produksi tembakau deli, agar petani tembakau
lebih sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2010. Budidaya tanaman tembakau
rajangan diakses dari http://binaukm.com/
Agus, F.
dan S. Rahayu, 2004. Mindi Dan Manfaatnya. World Argoforestry Centre.
Azabi,
H. 2006. Zat Ekstraktif Kulit Kayu Gmalina dan Pengaruhnya terhadap Rayap Tanah. Medan.
BP2TP. Rebah
Kecambah (Damping off). Diunduh dari www.karantinaonline.com/download/Rebah%20Kecambah.pdf.diakses
tanggal 21 November 2010.
Medan
Dewi,
B.R. 2009. Jamur Phytium sp. Diunduh
dari http://b-vie.blogspot.com /2009/03/jamur-phytium-sp.html. diakses
tanggal 21 November 2010. Medan.
Erwin,
2000. Hama Dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II,
Tanjung Morawa. Medan.
Heriyanto,
A. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Efisiensi Produksi Tembakau Madura
Program Intensifikasi Tembakau Rakyat. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Matnawi, H. 1997. Budi Daya Tembakau Bawah Naungan. Kanisius, Yogyakarta.
Padmo, S dan Djatmiko, E. 1991. Tembakau : Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta. Aditya Media.
Qitanonq, E, 2006. Tembakau: Pengendalian Hama
dan Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.
test
ReplyDeletetis
ReplyDeletemakasih ya
Delete